Previous Next
  • Perang Teluk

    Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki. Akibat invasi ini, Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990...

  • 5 Negara yang Terpecah Akibat Perang Dunia II

    Negara yang terpecah adalah sebagai akibat Perang Dunia II yang lalu di mana suatu negara diduduki oleh negara-negara besar yang menang perang. Perang Dingin sebagai akibat pertentangan ideologi dan politik antara politik barat dan timur telah meyebabkan negara yang diduduki pecah menjadi dua yang mempunyai ideologi dan sistem pemerintahan yang saling berbeda dan yang menjurus pada sikap saling curiga-mencurigai dan bermusuhan. Setelah perang dunia kedua, terdapat empat negara yang terpecah-pecah, antara lain:

  • Serangan Sultan Agung 1628 - 1629

    Silsilah Keluarga Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Dilahirkan tahun 1593, merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyokrowati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banowati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat. Yang menjadi Ratu Wetan adalah putri dari Batang keturunan Ki Juru Martani, melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I)...

  • Perang Dingin

    Perang Dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947—1991. Persaingan keduanya terjadi di berbagai bidang: koalisi militer; ideologi, psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan; dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, yang akhirnya tidak terjadi. Istilah "Perang Dingin" sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara kedua negara adikuasa tersebut...

  • Perang Kamboja-Vietnam

    Pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan saigon tahun 1975, negara-negara anggota ASEAN mencemaskan kemungkinan penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Asia Tenggara. Ketegangan terus memuncak mengingat ASEAN adalah negara-negara Non-Komunis sedangkan negara-negara Indochina adalah negara komunis. Kemenangan Vietnam pada Perang Vietnam sudah tentu mengkhawatirkan ASEAN ditengah rencana Amerika Serikat untuk mengurangi kehadiran pasukannya yang selama ini secara tak langsung melindungi ASEAN dari invasi komunis ke kawasan tersebut...

Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Para Zionis tidak diragukan lagi telah melakukan kekejaman terburuk kepada orang-orang yang memiliki “sebuah tanah tanpa manusia”: orang-orang Palestina. Semenjak hari ketika Zionisme memasuki Palestina, para pengikutnya telah berusaha untuk menghancurkan orang-orang Palestina. Untuk memberi ruang bagi para imigran Yahudi, baik dipengaruhi oleh gagasan Zionis maupun takut pada anti-Semitisme, orang-orang Palestina terus ditekan, diasingkan, dan diusir dari rumah-rumah dan tanah mereka. Gerakan untuk menduduki dan mengasingkan ini, yang didorong oleh didirikannya Israel pada tahun 1948, menghancurkan kehidupan ratusan ribu orang-orang Palestina. Hingga hari ini, sekitar 3,5 juta orang Palestina masih berjuang untuk kehidupannya sebagai pengungsi dalam keadaan yang paling sulit. 

Semenjak 1920an, perpindahan orang Yahudi yang diorganisir oleh Zionis telah dengan mantap mengubah keadaan demografi Palestina dan telah menjadi sebab terpenting berkepanjangannya pertentangan. Statistik yang terkait dengan peningkatan penduduk Yahudi ini secara langsung membuktikan kenyataan ini. Angka-angka ini adalah petunjuk penting tentang bagaimana sebuah kekuatan penjajahan dari luar negeri, kekuatan tanpa hak hukum atas tanah tersebut datang untuk merampok hak-hak penduduk asli. 

Menurut catatan-catatan resmi, jumlah imigran Yahudi ke Palestina meningkat dari 100.000 pada tahun 1920an menjadi 232.000 pada tahun 1930an. Hingga 1939, penduduk Palestina yang jumlahnya 1,5 juta jiwa telah termasuk 445.000 orang Yahudi. Jumlah mereka, yang hanya 10% saja dari jumlah penduduk 20 tahun sebelumnya, sekarang menjadi 30% dari seluruh penduduk. Pemukiman Yahudi juga berkembang pesat, dan per 1939 orang-orang Yahudi memiliki dua kali dari jumlah tanah yang mereka miliki pada tahun 1920an. 

TAHUN
JUMLAH ORANG YAHUDI YANG PINDAH
1920 (September-Oktober)
5.514
1921
9.149
1922
7.844
1923
7.421
1924
12.856
1925
33.801
1926
13.081
1927
2.713
1928
2.178
1929
5.249
Pengumuman resmi Deklarasi Balfour menandai awal perpindahan Yahudi besar-besaran dan cepat ke Palestina. Tabel di kiri memperlihatkan jumlah orang Yahudi yang pindah ke Palestina antara 1920 dan 1929. Selama masa ini, sekitar 100.000 orang Yahudi memasuki Palestina.
British Government, The Political History of Palestine under the British Administration, Palestine Royal Commision Report, Cmd. 5479, 1937, hlm. 279

Per 1947, ada 630.000 orang Yahudi di Palestina dan 1,3 juta orang Palestina. Antara 29 November 1947, ketika Palestina diberi dinding pembatas oleh PBB, dengan 15 Mei 1948, organisasi teroris Zionis mencaplok tiga perempat Palestina. Selama masa itu, jumlah orang-orang Palestina yang tinggal di 500 kota besar, kota kecil, dan desa turun drastis dari 950.000 menjadi 138.000 akibat serangan dan pembantaian. Beberapa di antaranya terbunuh, beberapa terusir.

Dalam menjelaskan kebijakan pendudukan yang diterapkan Isrel pada tahun 1948, revisionis Israel yang terkenal, Ilan Pappe membuka sebuah rahasia, rencana tak tertulis untuk mengusir orang-orang Arab dari Palestina. Menurut rencana ini, setiap desa atau pemukiman Arab yang tidak menyerah kepada kekuatan Yahudi, yang tidak akan mengibarkan bendera putih, akan dibumihanguskan, dihancurkan, dan orang-orangnya diusir. Setelah keputusan ini dilaksanakan, hanya empat desa yang mengibarkan bendera putih; kota-kota dan desa-desa lainnya pasti akan menjadi sasaran pengusiran.

Dengan cara ini, 400 desa Palestina terhapus dari peta selama 1949-1949. Hak milik yang ditinggalkan orang-orang Palestina dikuasai oleh orang-orang Yahudi, atas dasar Hukum Hak Milik Tak Ditempati. Hingga tahun 1947, kepemilikan tanah orang-orang Yahudi di Palestina adalah sekitar 6%. Pada saat negara Israel resmi didirikan, kepemilikan itu telah mencapai 90% dari seluruh tanah.


Kelompok imigran ilegal yang diorganisir oleh pemimpin Zionis berhasil mencapai Palestina meski
menghadapi hambatan serius.
Setiap kedatangan orang Yahudi yang baru berarti kekejaman, tekanan, dan kekerasan baru terhadap orang-orang Palestina. Untuk memberi tempat tinggal bagi pendatang baru, organisasi Zionis menggunakan tekanan dan kekuatan untuk mengusir orang-orang Palestina dari tanahnya, yang telah mereka tempati selama berabad-abad, dan pindah ke padang pasir. Joseph Weitz, kepala komite transfer pemerintah Israel pada tahun 1948 menuliskan dalam buku hariannya pada 20 Desember 1940:

Pasti telah jelas bahwa tidak ada ruang untuk dua rakyat dalam negara ini. Tidak ada perkembangan yang akan membawa kita semakin dekat dengan tujuan kita, untuk menjadi rakyat merdeka dalam negara kecil ini. Setelah orang-orang Arab dipindahkan, negara ini akan terbuka luas bagi kita; dengan masih adanya orang Arab yang tinggal, negara ini akan tetap sempit dan terbatas. Satu-satunya jalan adalah memindahkan orang-orang Arab dari sini ke negara-negara tetangga. Semua mereka. Tidak ada satu desa pun, atau satu suku pun yang harus tertinggal.
TAHUN
JUMLAH ORANG YAHUDI YANG PINDAH
1930
4.944
1931
4.075
1932
9.553
1933
30.327
1934
42.359
1935
61.854
1936
29.727
1937
10.536
1938
12.868
1939
16.405
Gelombang perpindahan orang-orang Yahudi tetap tak surut selama Palestina ditangani Inggris. Akibat upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Zionis, sebanyak 232.000 orang Yahudi bermukim di Palestina antara 1930-1939.

British British Government, The Political History of Palestine under the British Administration, Palestine Royal Commision Report, Cmd. 5479, 1937, hlm. 279
Heilburn, ketua komite pemilihan kembali Jenderal Shlomo Lahat, walikota Tel Aviv, menyatakan pandangan Zionis tentang orang-orang Palestina dalam kata-kata berikut: "Kita harus membunuh semua orang-orang Palestina kecuali mereka tunduk tinggal di sini sebagai budak." Banjir kedatangan imigran yang disebabkan oleh pecahnya Perang Dunia II membuat orang-orang Palestina sadar akan apa yang terjadi, sehingga mulai menolak tindakan-tindakan yang tidak adil. Namun, setiap gerakan penolakan dihentikan dengan paksa oleh kekuatan Inggris. Orang-orang Palestina merasakan dirinya berada di bawah tekanan organisasi teroris Zionis di satu sisi, dan tentara-tentara Inggris di sisi lain. Dengan kata lain, mereka menjadi sasaran kepungan dua musuh.

Gambar di kiri menunjukkan orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina pada 1930. Gambar di atas memperlihatkan Yahudi yang tiba pada tahun 1947. Sebelum orang-orang Palestina mengerti apa arti perpindahan ini untuk masa depan mereka, perbandingan penduduk di daerah ini bergeser untuk keuntungan Yahudi.


1) Negara tempat perpindahan di mulai
2) Jumlah Imigran Yahudi
3) Akhir perpindahan
Program perpindahan yang diorganisir oleh para pemimpin Zionis diejawantahkan dengan kecepatan mengejutkan, dimulai pada awal 1900an. Orang-orang Yahudi yang pindah dari Afrika Utara, Uni Soviet, dan berbagai negara Timur Tengah menggeser perbandingan penduduk di Palestina untuk keuntungan orang-orang Yahudi.
Selama kekuasaan Inggris, lebih dari 1500 orang Palestina yang berjuang untuk kemerdekaannya terbunuh dalam pertempuran yang dilakukan oleh tentara-tentara Inggris. Di samping itu, ada pula beberapa orang Palestina yang ditahan oleh Inggris karena menentang pendudukan Yahudi. Tekanan pemerintah Inggris menyebabkan kekerasan serius terhadap mereka. Namun, terorisme Zionis tak terbandingkan kekejamannya. Kekejaman Zionis, yang pecah begitu berakhirnya Kekuasaan Inggris, meliputi pembakaran desa-desa, penembakan wanita, anak-anak, dan orang tua seolah sebuah hukuman mati; penyiksaan korban-korban tak berdosa,; dan pemerkosaan wanita-wanita dewasa dan remaja. 

Sekitar 850.000 orang Palestina yang tidak tahan akan kekejaman dan penindasan ini meninggalkan tanah dan rumah mereka dan tinggal di Tepi Barat, Jalur Gaza, serta di sepanjang perbatasan Libanon dan Yordania. Sekitar satu juta orang Palestina masih tinggal di kamp-kamp pengungsian ini, sementara 3,5 juta lainnya tinggal sebagai pengungsi-pengungsi jauh dari tanah air mereka. 

         Tanah Palestina Dibagi


1) Wilayah Inggris
2) Wilayah Arab
3) Wilayah Yahudi
4) Wilayah Internasional
Ketika Palestina berada di bawah kendali Inggris setelah Perang Dunia I, gelombang besar perpindahan Yahudi ke daerah ini dimulai. Perpindahan ini lambat laun mulai meningkat pesat. Selama masa ini, beberapa badan didirikan untuk menentukan bagaimana orang Yahudi dan Palestina berbagi tanah. Badan yang terkenal adalah the Peel Commission, yang dikepalai oleh bekas Menteri Luar Negeri Inggris untuk India Lord Earl Peel, dan Komisi Morrison-Grady, yang dibentuk melalui kemitraan Amerika-Inggris. The Peel Commission mengusulkan agar pengawasan Inggris ditingkatkan dan daerah ini dibagi antar kedua kelompok, hanya Yerusalem dan Haifa yang tetap di bawah kendali Inggris dan akan terbuka untuk pengamat internasional. Morrison-Grady Plan mengusulkan agar Palestina dibagi atas empat daerah kantong terpisah. Namun, anggota badan ini tidak memperhitungkan bahwa tanah yang sedang mereka bagi ini dimiliki oleh orang-orang Palestina selama berabad-abad, dan tak seorang pun punya hak untuk memaksa mereka membaginya bertentangan dengan kehendak mereka.


Polisi Inggris ikut campur dengan paksa ketika orang-orang Palestina memprotes meningkat pesatnya perpindahan Yahudi. Akibat bentrokan di Jaffa pada 1933, sebanyak 30 orang Palestina tewas dan lebih dari 200 orang terluka.
Orang-orang Palestina yang hidup di kamp-kamp pengungsian hari ini menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan yang paling dasar sekalipun. Mereka hanya bisa menggunakan air dan listrik jika orang Israel mengizinkannya, dan berjalan bermil-mil untuk bekerja demi upah yang amat rendah. Bagi mereka yang pergi bekerja atau mengunjungi kerabat yang tinggal di dekat kamp pengungsian, perjalanan itu seharusnya tidak lebih dari 15 menit saja. Akan tetapi, kejadiannya sering berubah menjadi mimpi buruk karena pemeriksaan identitas di tempat-tempat pemeriksaan yang sering dilakukan, di mana para tentara yang bertugas melakukan kepada mereka pelecehan, penghinaan, dan perendahan. Mereka tidak dapat berpindah dari tempat A ke tempat B tanpa passport. Dan karena tentara-tentara Israel sering menutup jalan untuk alasan “keamanan,” orang-orang Palestina sering tidak dapat pergi bekerja, pergi ke tempat yang ingin mereka tuju, atau bahkan untuk menuju rumah sakit ketika mereka jatuh sakit. Bahkan, orang-orang yang hidup di kamp-kamp pengungsian tiap hari hidup dalam rasa takut akan dibom, dibunuh, dilukai, dan ditahan, karena pemukiman orang-orang Yahudi fanatik di sekitar kamp menjadi ancaman sesungguhnya mengingat pelecehan dan serangan yang dilancarkan oleh penduduk Yahudi fanatiknya. 

Tentu, diusir dari rumah dan dipaksa meninggalkan tanah asal seseorang mengakibatkan banyak kesulitan. Namun, inilah takdir Allah. Sepanjang sejarah, masyarakat Muslim telah terusir dari rumah mereka dan menghadapi berbagai jenis tekanan, penyiksaan, dan ancaman oleh orang-orang yang tak beriman. Para pemimpin yang kejam atau orang-orang yang menggunakan kekuasaan sering mengusir orang-orang yang tak berdosa dari tanah mereka hanya karena keturunan atau keyakinan mereka. Apa yang diderita oleh orang-orang Islam di banyak negara, juga orang-orang Palestina, telah diwahyukan di dalam Al-Qur'an. Namun Allah membantu semua orang yang tetap sabar, menunjukkan akhlak terpuji, dan menolak menakut-nakuti orang laii meskipun mengalami kekerasan. Seperti yang Allah nyatakan dalam Al-Qur'an:

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain259. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Qur'an, 3:195)

Dengan demikian, akan datang suatu hari ketika semua orang-orang Palestina akan hidup dalam kedamaian, keamanan, dan persaudaraan. Tapi ini hanya dimungkinkan dengan menyebarluaskan akhlak Al-Qur'an antar manusia, karena akhlak seperti itu bersifat memaafkan dan toleran; mempertahankan kedamaian; menekankan pada cinta kasih; rasa hormat, dan kasih sayang; dan pengikutnya saling berlomba untuk beramal saleh. Ketika akhlak yang baik mengemuka, penindasan dan gangguan tidak dapat hidup. Dan lebih jauh lagi, ketika akhlak ini ditunjukkan dengan sepenuh hati, persaudaraan Muslim akan meningkat dan mereka akan mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebuah perjuangan intelektual melawan kekejaman. Oleh karena itu, menerapkan sistem tata prilaku Qurani akan membawa kita menuju akhir dari kekejaman tidak hanya di Palestina, melainkan juga di seluruh dunia. Kewajiban umat Islam adalah menyebarluaskan tata prilaku tersebut.

Imigran Yahudi yang diajarkan dengan semboyan “Setiap orang harus bekerja dengan satu tangan, dan memegang senjata di tangan lainnya” segera mengambil bagian dalam gerakan Zionis. Sementara beberapa orang mengorganisir demonstrasi dengan spanduk bertuliskan “Yerusalem adalah Milik Kami,” lainnya mengebom desa-desa Palestina.
Dalam bab-bab berikut, kita akan membahas lebih dekat rasa sakit dan kesulitan yang dialami selama bertahun-tahun oleh para pengungsi Palestina. Namun sebelum kita ke sana, kita akan melihat teror Zionis dan teknik yang digunakannya untuk mengusir orang-orang Palestina dari rumah-rumah mereka.
Akibat kepungan selama 3 tahun oleh kekuatan Israel, kamp pengungsian Bourj al-Barajneh di dekat Beirut hancur total. Foto ini menggambarkan keadaan kamp pada tahun 1988.

 
Orang-orang Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsian di Libanon dan Yordania masih berjuang mengatasi kesulitan besar selama bertahun-tahun. Kelaparan, wabah penyakit, cuaca buruk, dan berlanjutnya rasa takut akan serangan baru Israel menjadi kenyataan hidup mereka. Pemandangan barak yang didirikan oleh PBB menunjukkan parahnya kemiskinan mereka.

Sumber: http://www.tragedipalestina.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Sifat lainnya dari Zionisme adalah kepercayaannya kepada tema-tema propaganda palsu, mungkin yang paling penting adalah semboyan "sebuah tanah tanpa manusia untuk seorang manusia tanpa tanah." Dengan kata lain, Palestina, "tanah tanpa manusia" harus diberikan kepada orang-orang Yahudi, "manusia tanpa tanah." Dalam 20 tahun pertama abad kedua puluh, Organisasi Zionis Dunia menggunakan semboyan ini dengan sepenuh hati untuk meyakinkan pemerintahan Eropa, khususnya Inggris dan rakyatnya bahwa Palestina harus diserahkan kepada orang-orang Yahudi. Pada tahun 1917, akibat kampanye persuasifnya, Inggris mengumumkan Deklarasi Balfour bahwa "Pemerintahan Yang Mulia memandang pentingnya pendirian di Palestina sebuah tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi… di Palestina." 

Kenyataan menunjukkan, semboyan "tanah tanpa manusia untuk manusia tanpa tanah" ini tidaklah benar. Ketika gerakan Zionis dimulai, orang-orang Yahudi tidaklah "tanpa tanah" dan Palestina pun bukannya tanpa manusia… 

Orang-orang Yahudi tidaklah tanpa tanah karena sebagian besar mereka hidup di berbagai negara dengan damai dan aman. Khususnya di negara-negara industri Barat, persekutuan ibadat Yahudi tidak punya keluhan apa pun tentang kehidupan mereka. Bagi sebagian besar mereka, gagasan meninggalkan negara mereka untuk pindah ke Palestina tidak pernah terlintas dalam benak mereka. Kenyataan ini akan muncul belakangan ketika ajakan Zionis untuk “Pindah ke Palestina” secara luas diabaikan. Dalam tahun-tahun berikutnya, orang-orang Yahudi anti-Zionis yang kita bicarakan ini secara aktif menolak gerakan Zionis melalui ikatan-ikatan yang mereka dirikan sendiri. 

Menerima dukungan resmi dengan Deklarasi Balfour, para Zionis merasakan dirinya berada dalam keadaan yang sulit ketika banyak saudara-saudara Yahudinya menolak pindah. Dalam hal ini, pernyataan Chaim Weizman sangat menohok:

Deklarasi Balfour pada 1917 diputuskan di awang-awang… setiap hari dan setiap jam dalam 10 tahun terakhir ini, ketika membuka surat kabar, saya berpikir: kapan hembusan angin surga lainnya datang? Saya terguncang karena takut Pemerintah Inggris akan memanggil saya dan bertanya: “Beritahu kami, apakah Organisasi Zionis ini? Di manakah mereka, para Zionismu?”... Orang-orang Yahudi, mereka tahu, menentang kami; kami berdiri sendiri di sebuah pulau kecil, sebuah kelompok Yahudi yang amat kecil dengan masa lalu yang asing.


Surat yang dikirim oleh Menteri Luar Negeri Inggris Sir Arthur Balfour pada Lord Rothschild yang dikenal sebagai “Deklarasi Balfour.” Kanan: gambar surat aslinya; Atas: Sir Balfour.

Oleh karena itu para Zionis mulai terlibat dalam “kegiatan-kegiatan khusus” untuk “mendorong” pindahnya orang Yahudi ke Palestina, bahkan memaksa jika diperlukan, seperti mengganggu orang-orang Yahudi di negara-negara asalnya dan bekerja sama dengan para anti-Semit untuk meyakinkan bahwa pemerintah akan mengusir orang-orang Yahudi. (Lihat Harun Yahya, Soykirim Vahseti (The Holocaust Violence,), Vural Yayincilik, Istambul, 2002). Dengan demikian, Zionisme mengembangkannya sebagai gerakan yang mengganggu dan menteror rakyatnya sendiri. 

Sekitar 100.000 orang Yahudi pindah ke Palestina antara tahun 1920-1929. Jika kita merenungkan bahwa ada 750.000 orang Palestina pada saat itu, maka 100.000 pasti bukanlah jumlah yang kecil. Organisasi Zionis memegang kendali penuh atas perpindahan ini. Orang-orang Yahudi yang menginjakkan kaki di Palestina ditemui oleh kelompok Zionis, yang menentukan di mana mereka akan tinggal dan pekerjaan apa yang akan mereka lakukan. Perpindahan ini didorong oleh pemimpin-pemimpin Zionis dengan berbagai imbalan. Akibat upaya yang giat di seluruh Palestina, Eropa, dan Rusia, penduduk Yahudi di Palestina mencatat pertumbuhan yang pesat dalam hal jumlah dan tempat tinggalnya. Bersamaan dengan adanya peningkatan kekuasaan Partai Nazi, orang-orang Yahudi di Jerman menghadapi tekanan yang semakin meningkat, suatu perkembangan yang semakin mendorong perpindahan mereka ke Palestina. Kenyataan Zionis mendukung penindasan Yahudi ini adalah sebuah fakta, dan masih menjadi salah satu rahasia sejarah yang paling terpendam. (Lihat Harun Yahya, Soykirim Vahseti (The Holocaust Violence), Vural Yayincilik, Istanbul, 2002)

Sumber: http://www.tragedipalestina.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Zionisme dibawa ke dalam agenda dunia di akhir-akhir abad ke sembilan belas oleh Theodor Herzl (1860-1904), seorang wartawan Yahudi asal Austria. Baik Herzl maupun rekan-rekannya adalah orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang sangat lemah, jika tidak ada sama sekali. Mereka melihat "Keyahudian" sebagai sebuah nama ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan bahwa penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu seharusnya. Theodor Herzl, sang pendiri Zionisme, suatu kali memikirkan Uganda, dan ini lalu dikenal sebagai "Uganda Plan." Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi", dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya untuk mereka.

Petani dan Tembok Ratapan di depannya, yang menggambarkan pemimpin Zionis Max Nordau, Theodor Herzl, dan Prof. Mandelstamm, melukiskan "Impian Zionis."
Sang Zionis melakukan upaya-upaya besar untuk mengajak orang-orang Yahudi lainnya menerima gagasan yang tak sesuai agama ini. Organisasi Zionis Dunia yang baru melakukan upaya propaganda besar di hampir semua negara yang berpenduduk Yahudi, dan mulai berpendapat bahwa Yahudi tidak dapat hidup dengan damai dengan bangsa-bangsa lainnya dan bahwa mereka adalah "ras" yang terpisah. Oleh karena itu, mereka harus bergerak dan menduduki Palestina. Sebagian besar orang Yahudi mengabaikan himbauan ini.

Menurut negarawan Israel Amnon Rubinstein: "Zionisme (dulu) adalah sebuah pengkhianatan atas tanah air mereka (Yahudi) dan sinagog para Rabbi". Oleh karena itu banyak orang-orang Yahudi yang mengkritik ideologi Zionisme. Rabbi Hirsch, salah satu pemimpin keagamaan terkemuka saat itu berkata, "Zionisme ingin menamai orang-orang Yahudi sebagai sebuah lembaga nasional…. yang merupakan sebuah penyimpangan."
Pemikir Islam Prancis yang terkenal Roger Garaudy melukiskan hal ini dalam sebuah pembahasan:

Musuh terburuk keyakinan Yahudi yang jauh ke depan adalah logika para nasionalis, rasis, dan kolonialis dari Zionisme kebangsaan, yang dilahirkan dari nasionalisme, rasisme, dan kolonialisme abad ke-19 di Eropa. Logika ini, yang menginspirasi semua penjajahan Barat dan semua perang antara satu nasionalisme dengan nasionalisme lainnya, adalah sebuah logika yang membunuh diri sendiri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan tidak ada keamanan di Timur Tengah kecuali jika Israel meninggalkan paham Zionismenya dan kembali ke agama Ibrahim, yang adalah warisan bersama, bersifat keagamaan, dan persaudaraan dari tiga agama wahyu: Yudaisme, Nasrani, dan Islam.

Dengan cara ini, Zionisme memasuki politik dunia sebagai sebuah ideologi rasis yang menganut paham bahwa Yahudi seharusnya tidak hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Pertama-tama, ini adalah gagasan yang keliru yang menciptakan masalah parah bagi dan tekanan atas orang-orang Yahudi yang hidup dalam belenggu ini. Kemudian, bagi orang-orang Islam di Timur Tengah, paham ini membawa kebijakan Israel tentang pendudukan dan perebutan wilayah bersama-sama dengan kemiskinan, teror, pertumpahan darah, dan kematian.

Pendeknya, Zionisme sebenarnya adalah sebuah bentuk nasionalisme sekuler yang berasal dari filsafat sekuler, bukan dari agama. Akan tetapi, seperti dalam bentuk nasionalisme lainnya, Zionisme juga berusaha menggunakan agama untuk tujuannya sendiri.

Kesalahan Penafsiran Taurat oleh Para Zionis

Taurat adalah sebuah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Musa. Allah berkata dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)…" (Al-Qur'an, 5:44). Al-Qur'an juga berkata bahwa Taurat kemudian akan dikotori oleh perkataan manusia di dalamnya. Inilah kenapa apa yang kita miliki saat ini adalah "Taurat yang menyimpang."

Akan tetapi, sebuah penelitian lebih dekat mengungkap adanya kebanyakan kebenaran agama yang terkandung dalam Kitab yang pernah diwahyukan ini, seperti keimanan kepada Allah, penghambaan diri kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, takut kepada Allah, cinta kepada Allah, keadilan, kasih sayang, cinta kasih, melawan kekejaman dan ketidakadilan, yang semuanya ditemukan di seluruh Taurat dan kitab lainnya dari Perjanjian Lama.

Terlepas dari ini, perang yang terjadi dalam sejarah dan pembunuhan yang terjadi karenanya juga disebutkan di dalam Taurat. Jika manusia ingin menemukan sebuah dasar, meskipun dengan memutarbalikkan kenyataan, untuk kekejaman, pembantaian, dan pembunuhan, mereka bisa menjadikan bab-bab dalam Taurat tersebut sebagai acuan. Zionisme memilih cara mutlak yang mengesahkan terorismenya, yang sebenarnya adalah sebuah terorisme fasis. Dan, ini sangat berhasil. Misalnya, Zionisme menggunakan bab-bab (dari Taurat) yang terkait dengan perang dan pembantaian untuk mengesahkan pembantaian orang-orang Palestina yang tak berdosa. Padahal, ini adalah sebuah penafsiran menyimpang yang disengaja. Zionisme menggunakan agama untuk mengesahkan fasismenya dan ideologi rasisnya.

Para Zionis juga mendasarkan pernyataan mereka pada penafsiran mereka tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan "orang pilihan" yang pernah dikaruniakan Allah kepada orang Yahudi suatu kali. Beberapa ayat Al-Qur'an berhubungan dengan persoalan ini:

Hai Bani Israil, ingatlah akan ni'mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat45. (Qur'an, 2:47)

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). (Qur'an, 45:16)

Al-Qur'an menerangkan bagaimana pada suatu kali Allah memberkati orang-orang Yahudi, dan bagaimana pada kali lainnya Dia menjadikan mereka berkuasa atas bangsa-bangsa lain. Namun ayat-ayat ini tidaklah menyiratkan "orang pilihan" seperti apa yang dipahami orang-orang Yahudi radikal. Ayat-ayat tersebut menunjukkan kenyataan bahwa banyak nabi-nabi yang datang dari keturunan ini, dan bahwa orang-orang Yahudi memerintah di daerah yang luas pada saat itu. Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa dengan berkat kedudukan kekuasaan mereka, mereka "lebih diutamakan di atas semua manusia lain." Ketika mereka menolak Isa, ciri ini pun berakhir.

Al-Qur'an menyatakan bahwa orang yang terpilih tersebut adalah para nabi dan orang-orang beriman yang Allah tunjuki kepada kebenaran. Ayat-ayat ini menyebutkan bahwa para nabi itu telah dipilih, ditunjuki jalan yang benar, dan diberkati. Berikut ini adalah beberapa ayat yang terkait dengan persoalan ini:
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya90 di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (Qur'an, 2: 130)

Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan kenabian Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (Qur'an, 6:87-89)

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Qur'an, 19:58)

Namun orang-orang Yahudi radikal, yang mempercayai keterangan menyimpang, melihat "orang yang terpilih" sebagai ciri kebangsaan sehingga mereka menganggap setiap orang Yahudi terlahir unggul dan bahwa Bani Israil selamanya dianggap unggul dari semua manusia lainnya. 

Penyimpangan kedua yang terbesar dari sudut pandang ini menampilkan anggapan keunggulan ini sebagai "suatu perintah untuk melakukan kekejaman atas bangsa lain." Untuk tujuan ini, para Zionis membenarkan perilaku mereka melalui kebencian-kebencian turun-temurun yang bisa ditemukan dalam beberapa hal pada Yudaisme Talmud. Menurut pandangan ini, hal yang lumrah bagi orang-orang Yahudi untuk menipu orang-orang non-Yahudi, untuk merampas hak milik dan bangunan mereka, dan, ketika diperlukan bahkan membunuh mereka, termasuk wanita dan anak-anak. Kenyataan menunjukkan, semua ini adalah kejahatan yang melecehkan agama sejati, karena Allah memerintahkan kita untuk melestarikan keadilan, kejujuran, dan hak orang-orang tertindas, dan hidup dalam kedamaian dan cinta. 

Lebih jauh lagi, pernyataan anti-non-Yahudi ini bertentangan dengan Taurat itu sendiri, seperti ayat-ayat yang mengutuk penindasan dan kekejaman. Akan tetapi, ideologi rasis Zionisme mengabaikan ayat-ayat seperti itu untuk menciptakan sistem kepercayaan berdasarkan amarah dan kebencian. Tanpa mempedulikan pengaruh ideologi Zionis, beberapa orang Yahudi yang benar-benar percaya pada Allah akan mengetahui bahwa agama mereka mengajarkan mereka untuk tunduk pada ayat-ayat lainnya ini yang memuji perdamaian, cinta, kasih, dan perilaku etis, seperti: 

Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah Tuhan. Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegur orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. (Perjanjian Lama, Imamat, 19:15-17)

Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?'' (Perjanjian Lama, Mikha, 6:8)

Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu … (Perjanjian Lama, Keluaran, 20:13-17)

Menurut Al-Qur'an pun, perang hanyalah khusus sebagai sarana mempertahankan diri. Bahkan jika perang akan diumumkan dalam suatu masyarakat, kehidupan orang-orang tak berdosa dan aturan hukum harus dilindungi. Suatu perintah untuk membunuh wanita, anak-anak, dan orang-orang tua tidak dapat disampaikan oleh agama manapun, kecuali hanya oleh tipu-daya yang berkedok agama. Dalam Al-Qur'an, Allah tidak hanya mengutuk jenis kebencian seperti ini namun juga menyatakan bahwa semua manusia sama dalam pandangan-Nya dan bahwa kelebihan seseorang itu tidaklah didasarkan pada ras, keturunan, atau segala kelebihan keduniaan lainnya, melainkan pada ketakwaan - cinta bagi dan kedekatan kepada Allah.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qur'an, 49:13)

Terlepas dari kedok agamanya yang palsu, alasan sesungguhnya dari ketidakmanusiawian dan kekejaman Zionisme adalah hubungannya dengan mentalitas penjajahan Eropa di abad kesembilan belas. Penjajahan bukan semata sebuah sistem politik atau ekonomi; penjajahan juga sekaligus sebuah ideologi. Zionisme, yang percaya bahwa negara-negara industri Barat mempunyai hak untuk menjajah dan menduduki bangsa-bangsa terkebelakang di wilayah ini, melihat ini sebagai akibat alami dari sebuah proses "seleksi alam" internasional. Dengan kata lain, Zionisme adalah sebuah produk Darwinisme Sosial. Dalam kerangka ideologi ini, Inggris menjajah India, Afrika Selatan, dan Mesir. Prancis menjajah Indocina, Afrika Utara, dan Guyana. Karena terinspirasi oleh contoh-contoh ini, para Zionis memutuskan untuk menjajah Palestina bagi orang-orang Yahudi. 

Kolonialisme Zionis menjadi jauh lebih buruk dibanding "rekan-rekannya" Inggris dan Prancis, karena paling tidak mereka (Inggris dan Prancis) mengizinkan daerah pendudukan mereka untuk hidup (setelah menyerah) dan bahkan memberi sumbangan kepada negara pendudukan dengan pendidikan, pemerintahan yang adil, dan prasarana. Namun, seperti yang akan kita lihat nanti, para Zionis tidak mengakui hak-hak orang Palestina untuk hidup; mereka melakukan pembersihan etnis, dan tidak memberi apa pun kepada orang-orang yang mereka jajah. Anda mungkin bahkan berkata mereka tidak memberi satu batu bata pun bagi orang-orang Palestina.

Sumber: http://www.tragedipalestina.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pandangan Zionis bahwa kembalinya orang Yahudi ke Palestina merupakan sebuah “tujuan suci” dan bahwa perang yang dilancarkan untuk mencapai tujuan ini adalah sebuah “perang suci.” Gagasan ini memainkan peran penting dalam pendidikan orang-orang Israel. Menurut fakta yang ada, pemimpin-pemimpin utama Israel ada kalanya memberikan pandangan mereka bahwa anak-anak harus disuruh menjalani suatu pendidikan “Zionis.”

Misalnya, Menteri Pendidikan Israel Limor Livnat memberikan pernyataannya tentang salah satu dari hari-hari terkeras selama Intifadah al-Aqsa bahwa “mengingat keadaan ini, anak-anak bangsa diminta untuk menerima pendidikan Zionis-Yahudi” dan bahwa “Sekolah-sekolah adalah bagian dari keamanan internal negara Israel." Perjanjian Lama mempunyai satu tempat khusus dalam sistem pendidikan ini, yang dirancang para Zionis untuk berpusat pada ayat-ayat tertentu. Kitab ini mengajak dengan penuh kebanggaan untuk melakukan tindakan kejam yang dilakukan (atau harus dilakukan) oleh Bani Israel, dibawah pimpinan Yosua, atas pribumi Palestina.


Dalam karya klasiknya The Case of Israel: A Study of Political Zionism, Roger Garaudy menerangkan sikap tersebut seperti berikut:


Menurut pihak berwenang Israel, anak-anak harus diajarkan ideologi Zionis dari usia muda. Akibatnya, anak-anak dibesarkan dengan keyakinan bahwa mereka memiliki ras unggul. Perlakuan brutal tentara Israel atas warga Palestina adalah akibat langsung ajaran ini.
Kitab Yosua, yang seringkali diejawantahkan hari ini oleh para rabbi tentara di Israel untuk menganjurkan perang suci, dan juga dalam banyak pengajaran-pengajaran sekolah, bersandar pada keharusan sakral adanya pemusnahan atas penduduk yang ditaklukkan, menumpas dengan “mata pedang” segala sesuatu “baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda,” (Yosua, 6:21), seperti kita baca dalam cerita Jericho dan begitu banyak kota-kota lainnya

Perilaku yang ditunjukkan tentara-tentara Israel yang dibina dengan gagasan seperti ini sejalan dengan sikap ini. Saat ini dalam pendudukan Palestina, kejadian-kejadian mengerikan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari: Bayi berusia 18 bulan yang meninggal di tempat tidurnya ketika rumah-rumah mereka diserang oleh tembakan helikopter Israel, gadis remaja yang bekerja di kebun zaitun tertembak dan terbunuh tanpa alasan apa pun, dan anak-anak yang kembali ke rumahnya dari sekolah dengan luka dan lumpuh seumur hidupnya. Sistem pendidikan Zionis adalah akar dari masa tak berprikemanusiaan dan menghalalkan semua cara ini. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan dan cuci otak ini sangat berhasil guna. Dalam sebuah pengujian yang dilakukan oleh ahli psikologi Tel Aviv University G. Tamarin, sebuah pernyataan yang menggambarkan pembantaian Jericho dari Kitab Yosua dari Perjanjian Lama dibagi-bagikan kepada murid-murid kelas empat dan delapan. Mereka ditanya: “Anggaplah Tentara Israel menduduki sebuah desa Arab dalam sebuah pertempuran. Apakah kalian berpikir perlu, atau tidak, untuk bertindak melawan para penduduk seperti yang dilakukan Yosua kepada penduduk Jericho?” Jumlah yang menjawab “Ya” beragam dari 66% hingga 95% menurut sekolah yang didatangi atau kibbutz atau kota tempat anak-anak tinggal.

Garaudy menekankan bahwa Kitab Yosua dan Perjanjian Lama secara umum adalah sumber teror Zionis:
Pandangan tentang “janji”, bersama-sama dengan makna perwujudannya (sebagai pemimpin Zionisme politik yang berasal dari Kitab di mana Yosua menceritakan takdirnya untuk memusnahkan penduduk sebelumnya, yang ia lakukan berdasar perintah Tuhan dan dengan pertolongannya) ditambah ungkapan “orang-orang terpilih” dan “Israel yang lebih agung” dari Nil hingga Eufrat, membentuk dasar-dasar ideologi Zionisme politik.

Penembak jitu Israel menembak warga sipil Palestina tak bersenjata, termasuk wanita dan anak-anak.
Buku harian seorang tentara Israel yang diterbitkan oleh surat kabar Israel Davar adalah contoh penting untuk hal ini. Tentara yang kita bicarakan ini ikut serta dalam sebuah operasi untuk mengepung desa Palestina Ed-Dawayma pada tahun 1948, dan menggambarkan kejadian kejam yang ia saksikan:

Mereka membunuh antara delapan puluh hingga seratus lelaki, wanita, dan anak-anak Arab. Untuk membunuh anak-anak, mereka (para tentara) mematahkan kepala mereka dengan tongkat. Tidak ada satu rumah pun tanpa mayat. Para wanita dan anak-anak di desa tersebut dipaksa tinggal di dalam rumah tanpa makanan dan air. Kemudian, para tentara datang untuk meledakkan mereka dengan dinamit. 

Seorang komandan memerintahkan seorang tentara untuk membawa dua wanita ke sebuah bangunan tempat ia menembaki mereka… Tentara lainnya bangga karena telah memerkosa seorang wanita Arab sebelum menembak mati dirinya. Wanita Arab lainnya yang mempunyai bayi disuruh membersihkan tempat itu selama beberapa hari, kemudian mereka menembaknya berikut bayinya. 

Para komandan yang terdidik dan sopan yang dianggap sebagai “orang baik” …. menjadi pembunuh tak berprikemanusiaan, dan ini tidak terjadi dalam sebuah pertempuran, melainkan hanya sebuah cara pengusiran dan pemusnahan. Semakin sedikit orang Arab yang tertinggal, semakin baik.

Ini hanyalah salah satu dari banyak peristiwa kejam lainnya yang telah terjadi selama 50 tahun terakhir.
Sebelum pemerintahan Israel didirikan, kelompok Haganah, Irgun, dan Stem bertanggung jawab atas pengusiran orang-orang Palestina dari tanah mereka. Organisasi teroris sebelum 1948 dan tentara Israel setelah 1948 ini melakukan suatu kampanye teroris atas penduduk sipil Arab. Menachem Begin, pemimpin Irgun, kelak menjadi perdana menteri, menerangkan strategi mereka: "Orang-orang Arab berjuang dengan gigih dalam mempertahankan rumahnya, para wanita dan anak-anak mereka." Dengan kata lain, perang Zionis akan dilakukan melawan orang-orang tak berdosa. 

Dan memang, semenjak tanggal tersebut orang-orang Palestina telah berjuang melindungi rumah mereka, para wanita, dan anak-anak dari kebijakan resmi Israel menteror seluruh orang-orang Palestina. Wartawan surat kabar dan ahli Timur Tengah Flora Lewis menerangkan kekejaman gaya Israel ini dalam artikelnya di International Herald Tribune:

Pihak berwenang Israel sekarang telah mengakui di depan publik sebuah kebijakan “serangan terarah” atas orang-orang Palestina yang dipercaya akan terlibat dalam terorisme. Ini merupakan pembunuhan politis terencana, yang sangat tepat disebut “tindak kriminal… pembunuhan” oleh Moshe Neghi, seorang jurnalis Israel terkemuka… Wakil Menteri Pertahanan Ephraim Sneh menyebutkan di radio bahwa kebijakan ini tegas. "Jika ada orang yang melakukan atau berencana melakukan serangan teroris, dia harus dipukul… Inilah yang efektif, tepat, dan adil."
HUKUMAN MATI DI JALANAN…

Bagi tentara Israel, seluruh rakyat Palestina adalah sasaran. Mereka tidak peduli apakah orang-orang yang mereka temui itu anak-anak, perempuan, atau orang berusia lanjut.
Orang-orang Palestina kadangkala menghadapi peluru Israel di tempat-tempat pemeriksaan, di pasar, atau hanya sewaktu berdiri di pojok jalan atau tidur di atas ranjang.
DAN PENJAGAL
Harian Turki TÃœRKIYE,
7 Agustus 2001
MENEMBAK MATI SECARA
TERANG-TERANGAN
Harian Turki GÖZCÜ, 19 Mei 2001
ISRAEL MENGEBOM KOTA GAZA

Harian Turki MILLI GAZETE,
18 Mei 2001
PALESTINA MEMBARA
Menyerang dengan helikopter,
tank, dan bulldozer, Israel
merambah tanah Palestina.

Harian Turki TÃœRKIYE,
13 Oktober 2001
Israel Menjatuhkan Hujan Rudal
PALESTINA DIBASAHI DARAH


THE MUSLIM OBSERVER,
Februari 2002

THE INDEPENDENT,
Desember 2002

W. REPORT, April - Mei.1993
CRESCENT INT.,
16-31 Agustus 2001


Hampir tidak ada hari tanpa darah tertumpah dari orang yang tak bersalah di Palestina. Tentara Israel secara terencana menghancurkan orang-orang Palestina. Desa-desa dibom, rumah-rumah dimusnahkan, dan ladang-ladang dibakar. Sementara kekejaman ini muncul di media internasional dari waktu ke waktu, yang menyedihkan, pemimpin dunia masih belum cukup bertindak. Sebuah artikel dalam Crescent International dengan jelas menampilkan keadaan ini ketika menyatakan: “Palestinian deaths mount as Israelis given freedom to commit atrocities (Kematian warga Palestina memuncak ketika Israel memberi kebebasan melakukan pembantaian).” The Washington Report on Middle East Affairs, dalam artikelnya “In Gaza, Israeli Rockets Replace Human Rights (Di Gaza, Roket-roket Israel Menggantikan Hak Azazi Manusia)” memberi peringatan bahwa kekerasan di Palestina hanya akan makin memburuk. Berita lain di media Turki juga mencerminkan parahnya keadaan.
Harus ditekankan bahwa, seperti disebutkan Sneh, upaya Israel ini tidak terbatas pada unsur-unsur teroris, melainkan juga mentargetkan seluruh orang. 

Perincian yang diberikan di sini hanyalah sebagian kecil dari kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah Israel. Namun ini adalah sebuah tindakan yang dikenal baik oleh orang-orang Muslim Palestina, karena ada kemiripan yang erat antara penggambaran Al-Qur'an tentang Firaun dengan apa yang telah dilakukan pemimpin Israel Zionis kepada orang-orang Palestina tak berdosa. Dalam masanya, Firaun menetapkan sasaran orang-orang Yahudi yang lemah, tak punya pelindung dan dengan kejam membunuh mereka. Juga, pemimpin kaum Firaun mempunyai keterikatan yang kuat akan tanah mereka, sehingga Firaun berkata bahwa Musa "ingin mengusir kamu dari tanahmu” (Al-Qur'an, 7: 110) Wartawan Israel Uri Avnery menyoroti kemiripan ini. Dalam artikel “Pembunuhan Arafat,” ia mengingatkan kita bahwa salah satu keyakinan dasar Yudaisme adalah bahwa masa perbudakan Yahudi di Mesir tidak akan pernah terlupakan. Menurutnya, apa yang dilakukan orang-orang Israel atas Palestina saat ini hanyalah suatu bentuk kekejaman yang ditimpakan kepada leluhur Yahudi mereka oleh Firaun: 

Dalam mitos baru yang terlahir di depan mata kita, Sharon adalah Firaun dan kita adalah orang-orang Mesir kuno. Dalam cerita tentang Keluaran, Alkitab menyebut firman Tuhan: “Aku telah mengeraskan hati (Firaun) dan hati budak-budaknya.” Setelah musibah yang menimpanya, Firaun melanggar janjinya untuk membebaskan orang-orang Israel… Dia (Tuhan) ingin bangsa Israel dikeraskan oleh kekerasan, sebelum mereka memulai perjalanan panjangnya. Inilah yang terjadi kepada bangsa Palestina sekarang.

Ayat berikut ini menggambarkan bagaimana Firaun membunuh orang-orang yang tak berdaya:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir'aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu". Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Qur'an, 14:6-7)

Dengan bantuan Allah, Bani Israil akhirnya keluar dari kekejaman dan tidak berprikemanusiaannya Firaun. Pada masa sekarang, radikalisme Israel ada pada kedudukan Firaun dan menganjurkan kekejaman. Orang-orang Palestina harus mengikuti himbauan Allah kepada Bani Israel pada saat itu: Sabarlah, percayalah kepada Allah, dan tetaplah di atas jalan-Nya yang benar.
SEORANG TENTARA ISRAEL MELUKISKAN KEKEJAMAN
Serangan Libanon pertama saya adalah pada tahun 1986. Saya wajib militer Israel berusia 19 tahun, dan peleton penerjun payung saya dikirim ke suatu desa yang saya lupa namanya…. Kami mendobrak pintu sebuah rumah, memeriksa keluarga di dalamnya, dan mengeluarkan seorang pria berusia separuh baya. Setelah menutup matanya dan mengikat tangannya di belakang punggungnya, kami membawanya ke sebuah jalanan sepi, memaksanya berlutut, dan menaruh senjata di kepalanya, mengancam menembak jika ia tidak bicara. Seorang petugas perdamaian PBB muncul dan mengakhiri insiden itu, tapi masih akan ada lagi yang terjadi.
Hari berikutnya kami melakukan hukuman mati yang tidak masuk akal atas seorang anak Libanon berusia 10 tahun. Kami memaksa keluarganya masuk dapur dan menyeretnya ke samping kebun. Letnan saya memasukkan kepalanya ke dalam kotoran dan saya memukulkan senapan saya ke kepalanya.
Meskipun tentara itu mengancam menembak kepalanya, bocah itu tidak menjawab, tetap membisu…
Saya adalah prajurit pindahan dari satuan lain, dan rekan saya lebih terbiasa dengan aksi seperti ini… Orang desa yang sudah tua, wanita, dan anak kecil dijebak di rumah mereka, diperintah menjalani jam malam 24 jam. Para lelaki mereka dikumpulkan di suatu ruangan terpusat, mata ditutup, dan diseret untuk disidik.
Kebrutalan tak bertanggung jawab ini tak terbatas pada prajurit berpendapatan rendah. Omri, anak seorang pejabat terpandang, suka menembak dengan memberondong orang-orang desa yang mengintip melalui pintu-pintu… Selama serangan bulan-bulan pertama, Israel membunuh 12.000 hingga 15.000 orang dan kehilangan 360. Meskipun korban di pihak Israel itu adalah para prajurit, sebagian besar korban mereka justru orang-orang sipil.
James Ron, penulis artikel ini, asisten profesor sosiologi pada John Hopkins University, adalah seorang penyidik lapangan sebuah kelompok hak asasi manusia. (Boston Globe, 25 Mei 2000)

Sumber: http://www.tragedipalestina.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

"Saya harus membawa bayi-bayi dan menaruh mereka di dalam peti-peti berisi air untuk menghindari api. Ketika saya melihat mereka setengah jam kemudian, mereka masih membakar tempat itu. Bahkan di kamar mayat pun, mereka masih melakukan pembakaran selama berjam-jam.” Demikian Dr. Amal Shamaa dari rumah sakit Barbir, setelah amunisi fosfor Israel dibakar Beirut Barat, 29 Juli 1982.


Selama pembantaian di Qana, kekuatan pendudukan Israel menganggap bayi-bayi yang tengah terlelap pun sebagai musuh mereka dan membunuh mereka tanpa ragu.
FOTO-FOTO YANG TAK TERLUPAKAN



Foto-foto orang yang dibantai yang terjadi di Qana ini mencerminkan kenyataan sebenarnya kekejaman yang terjadi di Palestina.
Operasi teroris Zionis untuk menakut-nakuti orang Palestina dan mengusir mereka dari tanah mereka setelah PD II mengakibatkan kematian ribuan orang-orang tak berdosa. Namun, serangan Israel atas kamp pengungsi Sabra dan Shatilla selama penyerangan Libanon 1982 akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu tindakan pembantaian etnis terburuk yang pernah dilakukan oleh Zionis. Selama serangan oleh kelompok Phalangis Kristen Libanon, dengan dukungan dan arahan tentara-tentara Israel, lebih dari 3000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, terbunuh. Penelitian dan penyelidikan setelah itu memperlihatkan bahwa Ariel Sharon, yang saat itu menteri pertahanan Israel dan sekarang perdana menteri, bertanggung jawab atas operasi tersebut. Karena serangan berdarah ini, sekarang pun ia masih dikenal sebagai “Tukang Jagal dari Libanon."

Pembantaian mengerikan di kamp pengungsi Sabra dan Shatilla dilakukan di bawah perintah dan arahan Ariel Sharon, yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan dan sekarang Perdana Menteri.
Wartawan dan ahli Timur Tengah Robert Fisk melaporkan pemandangan mengerikan yang ia lihat segera setelah serangan tersebut dalam sebuah artikel yang ditulis setelah Sharon terpilih sebagai perdana menteri:

Bagi setiap orang yang berada di kamp pengungsian Sabra dan Shatilla di Beirut pada 18 September 1982, namanya (Ariel Sharon) sama artinya dengan penjagalan, dengan mayat-mayat yang membengkak, dengan wanita-wanita yang terburai isi perutnya, dengan mayat-mayat bayi, dengan pemerkosaan, dan penjarahan dan pembunuhan… Bahkan ketika saya berjalan di atas jalan-jalan yang berbau busuk ini, lebih dari 18 tahun setelahnya… hantu-hantu masih bergentayangan. Di sana, di sisi jalan yang mengarah ke mesjid Sabra, berbaring Tn. Nouri, 90 tahun, berjanggut putih, berpiama dengan topi wol kecil yang masih melekat di kepalanya dan sebuah tongkat di sisinya. Saya menemukannya di atas tumpukan sampah, di punggungnya… 

Masih di jalan yang sama, saya berjalan melintasi dua orang wanita yang duduk tegak dengan otak tercerai berai, di samping tungku dapur… salah satu wanita itu kelihatannya lambungnya pun terburai. Beberapa meter jauhnya, saya menemukan bayi-bayi pertama, sudah menghitam karena membusuk, bergelimpangan di atas jalanan seperti sampah… lalat-lalat mengerubung berlomba-lomba di antara mayat-mayat dan muka-muka kami, di antara darah kering dan catatan wartawan, tangan-tangan dengan arloji masih berdetak di pergelangan yang mati. Saya naik merangkak ke atas benteng tanah, sebuah bulldozer yang telah ditinggalkan berdiri di dekatnya dengan perasaan bersalah, hanya untuk merasakan, bahwa begitu saya berada di atas gundukan itu, ia bergelayutan di bawah saya. Dan saya melihat ke bawah untuk menemukan muka-muka, siku-siku, mulut-mulut, kaki-kaki seorang perempuan menonjol ke luar dari dalam tanah. Saya harus berpegangan pada bagian-bagian tubuh ini untuk memanjat ke sisi lain. Lalu di sana ada wanita cantik, kepalanya dikelilingi oleh cahaya kancing-kancing baju, darahnya masih mengalir dari sebuah lubang di punggungnya.

Dalam artikel lain, Fisk menggambarkan apa yang ia lihat ketika mengunjungi rumah-rumah sakit tempat orang-orang terluka tengah dirawat: “Apa yang kita lihat di sini tidak akan mudah kita lupakan. Mengunjungi rumah sakit Barbir berarti melihat apa yang dilakukan berondongan senjata pada daging."
PEMBANTAIAN SABRA DAN SHATILLA







Kekejaman yang dialami orang-orang tak bersalah dan mengenaskan ini haruslah menjadi peringatan bagi ideologi kepemimpinan Israel. Sebagian besar wanita yang terbunuh itu telah diperkosa. Para wanita hamil dirobek perutnya sehingga bayi-bayinya bisa direnggut keluar. Anak-anak sekitar 3 atau 4 tahun dibunuh di depan orang-orang tuanya. Kebanyakan lelaki dipotong telinga dan hidungnya sebelum ditembak mati.
Sebuah laporan berita tentang pembantaian muncul pada surat kabar Prancis Le Monde pada 13 Februari 2001. Nihad Hamad, yang berhasil selamat, sekarang berusia 42 tahun, menggambarkan apa yang telah terjadi:

Angkatan bersenjata Israel menghabiskan Rabu malam dan Kamis pagi mengepung kamp tersebut. Mereka ingin menutup sisi timurnya. Para mujahidin kami telah pergi. Di sini tak ada yang tertinggal selain beberapa anak berumur 15 atau 16… Pada Kamis malam, pengeboman terjadi dua kali. Kami sadar bahwa senapan ringan kami tidak akan ada gunanya. Setiap orang di bangunan ini adalah pengungsi. Setiap orang merasa takut. Orang-orang lanjut usia dari kelompok ini, orang-orang yang menjadi panutan, memutuskan untuk pergi menemui orang-orang Israel dan menyatakan pada mereka bahwa kamp akan menyerah. Dengan bendera putih di tangan mereka mereka masuk ke mobil dan pergi ke luar. Mereka tidak pernah kembali. Beberapa lelaki muda pergi dengan senjatanya dan pergi ke arah yang sama. Mereka pun tidak pernah kembali lagi, demikian pula orang-orang yang pergi mencari mereka. Kemudian kami sadar bahwa lebih baik kami meninggalkan tempat ini segera… Ratusan orang melarikan diri ke suatu tempat persembunyian yang sama di bagian utara kamp. Begitu banyak di antara kami yang hampir mati lemas. Ketika fajar menyingsing kesunyian kematian di mana-mana; tempat ini adalah sebuah kota hantu sekarang. Pengeboman pun berhenti. Satu kali kadang-kadang kami bisa mendengar satu letusan senjata. 

Kemudian, dari arah mesjid, jeritan seorang wanita memecah kesunyian. Rambutnya diacak-acak, bajunya yang koyak penuh darah. Ia seperti seorang yang hilang ingatan. Di kakinya ada anak-anak yang tenggorokannya telah digorok… Mereka berperilaku brutal, dan mereka menggunakan pisaunya dan alat-alat potong lain untuk melakukan pembunuhan dalam keheningan. Setelah para milisi menyelesaikan pekerjaannya di kamp tersebut, mereka menyelesaikan pekerjaan kotornya di Rumah Sakit Gaza. Mereka menyeret para dokter, perawat, dan yang terluka ke luar rumah sakit dan membunuh mereka. Jika orang-orang yang hilang dimasukkan, kita tahu bahwa antara 3000 dan 3.500 orang telah terbunuh.


Sharon dikenal oleh orang-orang Arab dan seluruh dunia sebagai “Penjagal dari Libanon,” dan menunjukkan kekejamannya di segala kesempatan.
Pemandangan mengerikan ini adalah pekerjaan Ariel Sharon, yang dikenal dengan pernyataannya seperti “Orang-orang Arab mengenal saya, dan saya mengenal mereka” serta melalui penggambarannya tentang orang Arab dengan istilah menyakitkan, seperti “hama." Setelah Perang 1967, Sharon menyebabkan 160.000 orang Palestina meninggalkan Yerusalem Timur dan menjadi pengungsi. Teknik hukumannya meliputi pengeboman rumah, pembongkaran kamp pengungsi, dan penahanan ratusan pemuda tanpa alasan lalu menyiksa mereka. Ketika Sharon menjadi penanggung jawab keamanan di Jalur Gaza, ratusan orang Palestina dibunuh, ribuan ditahan dan diusir dari Palestina, dan di Gaza saja 2000 rumah telah dihancurkan dan 16.000 orang diusir untuk kedua kalinya. Pada saat pembantaian Sabra dan Shatilla, 14.000 orang (termasuk 13.000 orang sipil tak bersenjata) meninggal di tempat itu dalam beberapa minggu, dan sekitar setengah juta orang kehilangan tempat tinggal. 

Kekejaman dan kebrutalan yang digambarkan di sini terjadi terus menerus di tanah Palestina selama 50 tahun terakhir. Bahkan, contoh-contoh yang disebutkan di atas hanyalah pembantaian ketika banyak orang-orang Palestina kehilangan jiwanya dalam satu hari saja. Kejadian yang serupa, di antara banyak lainnya, adalah sebagai berikut: 8 orang di al-Sammou, 1966; 7 orang di Adloun, 1978; 80 orang di Abbasieh, 1979; dan 20 orang di Saida, 1980. Di luar ini, beberapa orang terbunuh atau dibantai setiap hari selama bertahun-tahun. Dan setiap hari rumah-rumah masih saja dihancurkan dan orang-orang masih diusir dari tanah air mereka. Jelas, tujuan akhir Israel adalah untuk menakut-nakuti orang-orang Palestina, mengusir mereka dari tanahnya, dan menundukkan orang Palestina kepada keinginan mereka melalui sebuah kebijakan pembersihan etnis yang terencana.
Seluruh dunia menyaksikan ketika masyarakat ini dibantai, sewaktu mereka menghadapi pembasmian bangsa yang terang-terangan. Karena alasan tertentu, sebagian besar pemerintahan telah dan tetap mengabaikan praktek-praktek brutal dan tak berprikemanusiaan ini dan tidak menjatuhkan sanksi apa pun selain dari “mengutuk” pada saat tertentu saja.

Dalam karya klasiknya World Orders: Old and New, pengamat Timur Tengah Noam Chomsky menggambarkan pandangan pemerintah Israel tentang orang Palestina dan bagaimana ahli strategi Amerika menilai pandangan ini: 

Tentang orang-orang Palestina, pejabat AS tidak punya alasan untuk mempertanyakan pendapat ahli pemerintahan Israel pada tahun 1948, bahwa para pengungsi harus bercampur dengan penduduk di negeri lain atau “akan diremukkan”: “beberapa di antara mereka akan mati dan sebagian besar mereka akan kembali ke debu dan sampah masyarakat, dan bergabung dengan kelompok termiskin di negara-negara Arab.” Oleh karena itu, tak perlu menyusahkan diri karena mereka. Penilaian seperti ini tetap berlaku hingga hari ini, bahkan menjadi kenyataan sewaktu kejadian-kejadian tersebut terungkap.
 
Ramalan pejabat berwenang di Amerika dan Israel telah terwujud hari ini. Bahkan, kebijakan kekerasan dan intimidasi atas warga Palestina yang dilakukan selama masa pendirian Israel dan tahun-tahun pertama tetap tak mereda setelahnya. 

Orang-orang Islam Palestina menghadapi cobaan dan kejahatan yang serupa seperti yang dialami oleh umat Islam sepanjang sejarah. Dalam Al-Qur'an, Allah mengingatkan orang-orang beriman tentang suatu masa (Bani Israil) mengenai kekerasan Fir’aun:

Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. (Qur'an, 2:49)

Jelaslah, Allah membantu orang-orang yang sabar, dan berdasarkan hukum-Nya, keselamatan selalu dinikmati orang-orang beriman yang benar, meskipun jumlah mereka sedikit, lemah, atau tertindas. Namun, kita juga harus mengetahui bahwa cobaan ini bukan hanya untuk orang-orang Islam di Palestina; Bahkan, cobaan ini semestinya dirasakan semua orang yang menyaksikan atau mengetahui kekejaman ini. Ini karena siapa pun dan bagaimana pun keadaannya, orang-orang Islam berkewajiban membantu orang-orang yang dizalimi dan tertindas. Dan pertolongan terbesar yang bisa mereka berikan adalah mengatasi kekejaman ini dari akarnya. Dengan kata lain, bantuan terbesar yang bisa diberikan manusia kepada orang-orang Palestina yang terus berjuang untuk kehidupan mereka di tengah-tengah kekacauan dan kesulitan yang terus terjadi adalah melakukan perjuangan pemikiran melawan paham dasar Zionisme: sikap Darwinistis Sosial, yang menyebabkan perpecahan, kekacauan, dan kekerasan.
  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments