Previous Next
  • Perang Teluk

    Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki. Akibat invasi ini, Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990...

  • 5 Negara yang Terpecah Akibat Perang Dunia II

    Negara yang terpecah adalah sebagai akibat Perang Dunia II yang lalu di mana suatu negara diduduki oleh negara-negara besar yang menang perang. Perang Dingin sebagai akibat pertentangan ideologi dan politik antara politik barat dan timur telah meyebabkan negara yang diduduki pecah menjadi dua yang mempunyai ideologi dan sistem pemerintahan yang saling berbeda dan yang menjurus pada sikap saling curiga-mencurigai dan bermusuhan. Setelah perang dunia kedua, terdapat empat negara yang terpecah-pecah, antara lain:

  • Serangan Sultan Agung 1628 - 1629

    Silsilah Keluarga Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Dilahirkan tahun 1593, merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyokrowati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banowati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat. Yang menjadi Ratu Wetan adalah putri dari Batang keturunan Ki Juru Martani, melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I)...

  • Perang Dingin

    Perang Dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947—1991. Persaingan keduanya terjadi di berbagai bidang: koalisi militer; ideologi, psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan; dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, yang akhirnya tidak terjadi. Istilah "Perang Dingin" sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara kedua negara adikuasa tersebut...

  • Perang Kamboja-Vietnam

    Pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan saigon tahun 1975, negara-negara anggota ASEAN mencemaskan kemungkinan penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Asia Tenggara. Ketegangan terus memuncak mengingat ASEAN adalah negara-negara Non-Komunis sedangkan negara-negara Indochina adalah negara komunis. Kemenangan Vietnam pada Perang Vietnam sudah tentu mengkhawatirkan ASEAN ditengah rencana Amerika Serikat untuk mengurangi kehadiran pasukannya yang selama ini secara tak langsung melindungi ASEAN dari invasi komunis ke kawasan tersebut...

Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Perang Saudara Spanyol, yang berlangsung dari 17 Juli 1936 hingga 1 April 1939, adalah konflik antara kaum Nasionalis yang dipimpin oleh Jenderal Francisco Franco yang mengalahkan kaum Loyalis yang dipimpin oleh Presiden Manuel Azaña dari Republik Spanyol Kedua. Kaum Loyalis mendapatkan senjata dan relawan dari Uni Soviet dan gerakan Komunis internasional, sementara kaum Nasionalis (atau Francois) didukung oleh negara-negara Fasis, termasuk Italia dan Jerman. Kaum Republikan terdiri atas kaum sentris (tengah) yang mendukung demokrasi liberal kapitalis hingga komunis dan kaum revolusioner anarkis.

Capa, Death of a Loyalist Soldier.jpg
Prajurit Republik Spanyol yang tertembak dalam perang.

Basis kekuatan mereka terutama adalah sekular dan urban (meskipun juga termasuk kaum buruh tani yang tidak memiliki tanah) dan khususnya kuat di wilayah-wilayah industri seperti Asturias dan Catalunya. Negeri Basque yang konservatif juga memihak dengan Republik, terutama karena ia, bersama-sama dengan tetangganya Catalunya, berusaha mendapatkan otonomi dari pemerintahan pusat yang belakangan ditindas dengan menciptakan sentralisasi terhadap kaum nasionalis. Kaum Francois umumnya memiliki basis dukungan di pedesaan, masyarakat yang kaya dan konservatif. Pada umumnya mereka Katolik Roma, dan mendukung sentralisasi kekuasaan. Sebagian dari taktik-taktik militer dalam perang ini - termasuk penggunaan taktik-taktik teror terhadap kaum sipil - mendahului apa yang kelak terjadi dalam Perang Dunia II, meskipun baik kaum Nasionalis maupun Republikan sangat mengandalkan pasukan infantri ketimbang menggunakan taktik-taktik modern seperti blitzkrieg (serangan kilat) dengan tank dan pesawat-pesawat terbang.

Sementara perang itu berlangsung hanya sekitar tiga tahun, situasi politiknya sudah penuh dengan kekerasan selama beberapa tahun sebelumnya. Jumlah korbannya dipertikaikan. Perkiraan umum menyebutkan antara 300.000 hingga 1 juta orang terbunuh. Banyak di antara para korban ini disebabkan oleh pembunuhan-pembunuhan massal yang dilakukan kedua belah pihak. Perang ini dimulai dengan pemberontakan militer di seluruh Spanyol dan koloni-koloninya, yang diikuti oleh pembalasan kaum Republikan terhadap Gereja, yang dipandang kaum Republikan radikal sebagai lembaga yang menindas yang mendukung orde lama.

Terjadi pembantaian terhadap rohaniwan-rohaniwati Katolik dan gereja-gereja. Biara-biara dibakar. Dua belas uskup, 283 biarawati, 2.365 biarawan dan 4.184 imam Katolik dibunuh. Bekas pemilik tanah dan kaum industrialis juga diserang. Selama dan menjelang pecahnya perang, kaum Nasionalis melaksanakan program pembunuhan massal terhadap lawan-lawan mereka. Dilakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah, dan orang-orang yang tidak disukai seringkali dipenjarakan atau dibunuh. Para aktivis serikat buruh, yang dikenal sebagai simpatisan kaum Republikan dan yang sering mengkritik rezim Franco merupakan orang-orang pertama yang diincar. Kaum Nasionalis juga melakukan pengeboman udara terhadap wilayah-wilayah sipil dengan bantuan angkatan udara Jerman dan Italia. Kebrutalan biasa dilakukan oleh semua pihak.

Dampak perang ini sangat hebat: Dibutuhkan waktu puluhan tahun untuk memulihkan kembali ekonomi Spanyol. Dampak politik dan emosional dari perang ini terus dirasakan jauh melampaui batas-batas negara Spanyol dan menyulut semangat kaum komunitas intelektual dan politik internasional, yang hingga kini masih ditemukan dalam politik Spanyol.

Para simpatisan Republikan menyatakannya sebagai perjuangan antara "tirani dan demokrasi", atau "fasisme dan kebebasan", dan banyak pembaharu muda dan kaum revolusioner yang mempunyai komitmen tinggi bergabung dengan Brigade Internasional, yang merasa bahwa menyelamatkan Republik Spanyol berada di garis depan peperangan melawan fasisme. Namun para pendukung Franco, khususnya anggota-anggota muda dari korps perwira, memandanganya sebagai pertempuran antara gerombolan merah komunisme dan anarkisme di satu pihak melawan "peradaban Kristen" di pihak lain.

Revolusi Spanyol

Revolusi Spanyol 1936 awalnya merupakan respon terhadap kup militer yang dilakukan oleh Jenderal Franco selama perang saudara Spanyol. Respon yang diberikan di Catalonia dan Aragon, daerah-daerah dimana anarkis berbasis kuat, merupakan hasil dari aksi langsung (direct action) dan demokrasi langsung yang diterapkan dalam gerakan buruh Spanyol. Hampir dua pertiga dari seluruh wilayah yang dikontrol oleh kekuatan anti fasis diambil alih.

Tanah-tanah dikolektifkan dan bengkel-bengkel lokal didirikan untuk memproduksi alat-alat dan furnitur, dan lain-lain. Kolektifisasi dilakukan secara voluntaristik dan bukan dengan pemaksaan seperti yang telah terjadi dalam Stalinisme Rusia. Produksi dan juga distribusi mengalami perubahan akibat revolusi. Toko-toko kolektif didirikan dan menjadi tempat pendistribusian barang-barang. Federasi- federasi kolektif juga terbangun, terutama yang paling sukses di Aragon. Sedangkan dalam sektor industri, di Barselona, sekitar 3000 perushaan dikolektifkan. Semua perusahaan publik, di seluruh wilayah yang dikuasai anti fasis diambil alih dan dikelola oleh komite-komite pekerja.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Kelirunya “kita”, kita sudah membuat stempel bahwa seandainya tidak ada ilmuwan yahudi, maka dunia tidak semaju ini. Inilah mental yang terkena virus yang memblokir pikiran kita. Padahal jelas sekali ilmuwan dunia yang bukan Yahudi jumlahnya sangat melimpah, dan tanpa ilmuwan Yahudi pun, dunia tetap bisa maju bahkan dunia juga mendapatkan perdamaian lebih tenang, tanpa ancaman perang apapun.

Tetapi kalau memang mereka tidak membutuhkan pengguna yang anti-zionis, silakan tarik balik semua produk yang diciptakan ilmuwan Yahudi, tutup semua MC.Donald, Tutup halaman Facebook,  pabrik intel proccesor tidak usah memproduksi lagi.

Penulis memperkirakan akan banyak ilmuwan bukan Yahudi yang tampil menciptakan proccesor baru yang bukan Intel, menciptakan blog baru yang bukan blogger.com, atau menciptakan aplikasi baru selain Google, menciptakan social media baru yang bukan Facebook, yang semuanya setara dan bahkan lebih hebat dari ciptaan ilmuwan Yahudi

Jika dalam tulisan ini menyebut Amerika, maka maksudnya personifikasi elite politik Amerika yang berkiblat ke Zionis, dan tidakah menuju kepada seluruh penduduk Amerika.

Tanggal 6 Agustus 2010 dan tiga hari berikutnya, sekitar 65 tahun yang lalu, Nagasaki dan Hiroshima lebur hancur oleh serangan senjata nuklir tentara Amerika Serikat. Seiring hancurnya kedua kota tersebut maka secara berurutan, perjanjian perdamaian terbentuk dan mulailah dunia menata kembali mambangun puing kehancuran akibat perang, baik infrastruktur maupun sumber daya manusianya. Harapan perdamaian tumbuh terbit dan semua bangsa di dunia ini segera bangkit membina diri.

Pertanyaannya, apakah bom di Nagasaki dan Hiroshima itu merupakan awal sebuah alaf baru yang menjanjikan bagi kehidupan manusia yang layak? Apakah tidak ada lagi peperangan selanjutnya yang mengiringi kehancuran kedua kota tersebut?

Banyak pujian dan sanjungan atas kemenangan Amerika dalam Perang Dunia II ini. Taburan bunga dukungan untuk Amerika menebar di seantero dunia.

 
Membangun dominasi lewat perang dan ancaman senjata nuklir.

Tetapi, sungguh di luar dugaan. Rupanya masyarakat dunia harus menarik kembali ucapan terima kasih kepada Amerika yang telah memenangi perang besar tersebut, masyarakat dunia harus menarik kembali rasa kebanggaannya terhadap Amerika. Senyum kemanusiaan dari pejabat Amerika tidaklah semanis dalam pencitraannya, yang mencita-citakan untuk mengakhiri segala perang setelah Perang Dunia II usai. Perlu diketahui, sejak tahun 1945 hingga kini, tercatat sekitar 40 kepala negara dunia yang digulingkan oleh AS, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Senjata nuklir di Nagasaki dan Hiroshima kenyataannya menjadi awal sebuah tirani dan imperium dunia baru. Setelah meraih kemenangan hampir mutlak tersebut, tumbuhlah ambisi untuk menguasai dunia, memaksa diri untuk menjejakkan kakinya ke negara-negara lainnya dan menjadiknnya wilayah jajahan baru, dengan cara apapun, termasuk melibatkan diri dalam kudeta, pembunuhan, agen intelejen rahasia, dan mengacaukan ekonomi sebuah negara sasaran.

Dunia perlu melihat, memandang, menyaksikan dan memperhatikan secara seksama, nyata dan sejujurnya, bahwa setelah beberapa dekade berlalu, “ideologi” imperium Amerika sudah memberi angin penderitaan baru.  Bermula dari ambisi menguasai dunia, maka tidak hanya menggunakan kekuatan militer, tetapi memberdayakan potensi ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, sains, dan sebagainya. Yang tidak kalah hebatnya adalah “film” pencitraan Amerika di mata dunia, sehingga mata dunia mejadi kabur dan silau, dengan gemerlapnya Proccesor Intel, kabur dengan adanya Google, kabur dengan adanya teknologi software. Banyak masyarakat dunia menjadi memuji dan memberi sanjungan semati-matinya terhadap Amerika, berkat “kebaikan” Amerika yang dinikmati juga oleh sebagian besar masyarakat dunia, sehingga Amerika dinilai dan dianggap sebagai negara pelopor demokrasi, pelopor penyelamatan lingkungan hidup, pelopor sains, pelopor teknologi Informasi dan komunikasi, pelopor nilai-nilai kemanusiaan,  yang “manfaatnya” ikut dirasakan oleh dunia internasional. Silau terhadap citra tersebut, maka banyak yang lupa bahwa semua itu hanyalah sebagai siasat dan taktik menarik dukungan dunia, sehingga mendapatkan legitimasi dan pengesahan atas kejahatannya terhadap kemanusiaannya.

Kejahatan Amerika terhadap nilai-nilai kemanusiaanya adalah sangat jelas. Ketika Amerika menyerang sebuah negara, maka ditulislah bahwa alasan penyerangan adalah untuk melindungi dan membantu menyelamatkan rakyat negara tersebut dari tirani penguasanya. Di Irak, Afghanistaa, Korea Utara, semuanya dicitrakan untuk memerdekakan rakyat negara bersangkutan dari kekejaman rezim Saddam, Taleban, dan Kim Jong Il, bahkan Iran juga “direncanakan” diserang untuk memberikan kebebasan untuk rakyat Iran yang “menderita” di bawah kepemimpinan Ahmadinejad.

Polisi Amerika yang tidak bermaksud benar-benar menjunjung nilai kemanusiaan bagi seluruh umat manusia adalah terlihat jelas terhadap rakyat Palestina.  Mengapa Amerika tidak menyerang negara Israil dengan alasan untuk membebaskan rakyat Palestina dari kekejaman rezim Israil?  Mengapa ada pengecualian untuk rakyat Palestina, bukankah mereka juga memiliki hak kemanusiaan sebagaimana rakyat di Irak, Afhganistan, Iran dan Korea Utara, serta sudah jelas-jelas banyak resolusi PBB yang dilanggar secara sengaja oleh Rezim Israil? Inilah yang menegaskan dan informasi konfirmatif bahwa semua apa yang diberikan oleh tokoh-tokoh dan ilmuwan yahudi termasuk produk Intel Proccesor, Google, dan sebagainya itu bukan bertujuan damai dan kemashlahatan umat manusia, tetapi sebagai upaya mendapatkan legalisasi dari banyak manusia yang mendapatkan manfaat dari produk-produk tersebut, sehingga pada akhirnya pelanggaran dan kekejaman zionis yahudi tidak diusik sama sekali, sejahat apapun rezim Israil melakukan kejahatan kemanusiaan. Kemudian ditambah provokasi bahwa semua kehebatan teknologi adalah berasal dari ilmuwan yahudi. Sasarannya jelas, untuk mendapatkan dukungan bagi kekejaman zionis.

Kemudian, api demokrasi dan kebebasan dihembuskan di seantero jagad, menampilkan diri sebagai pembela kebebasan hidup manusia dan hak azasi manusia, tetapi kenyataannya, setelah bangsa lain memperoleh kebebasan tersebut, maka diancam dengan senjata dan penyerangan, apalagi jika berani mengusik kebijakan Amerika terhadap rezim Israil. Banyak ilmuwan dan tokoh dunia “diadili” sendiri di pengadilan Amerika, kemudian berbagai dalih diciptakan untuk membenarkan tindakannya menyerangan dan membunuh semaunya sendiri. Tentu saja, karena dunia sudah mendapatkan kenyamanan menjadi user-user produk-produknya, maka dunia justru mendukung kebijakan tersebut.  Inilah yang dinamakan dengan politik legalisasi.

Perlu kita rasional menilai, bukanlah Yahudi yang membuat dunia ini maju dengan teknologi canggih, tetapi semua ilmuwan secara umum. Ilmuwan Yahudi menjadi seolah “paling” membantu umat manusia atas sebab keberhasilan politik legalisasi Amerika seperti di atas, yang driver-nya menggunakan senjata dan ancaman perang. Jadi, jernihlah kita memandang, menilai dan menyimpulkan.

Sumber: http://suaramuhibbuddin.wordpress.com
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: , ,

Sebelum tanggal 19 Januari, 1999, Ambon lebih dikenal sebagai pulau  penghasil rempah-rempah. Pada tanggal 19 Januari, 1999, Ambon dan  pulau-pulau di sekitarnya dilanda oleh perang saudara yang berkecamuk  dengan dahsyat. Walaupun Ambon di kenal sebagai daerah orang Kristen  di Indonesia, warga Islam di Ambon telah menikmati hidup rukun dan  harmonis bersama warga Kristen. Kehidupan yang rukun dan harmonis ini  ternyata berakhir dengan kehancuran yang tak dapat di kembalikan lagi   seperti semula pada tanggal 19 Januari, 19999. Warga Ambon menolak  kejadian ini sebagai suatu kerusuhan , mereka berkeras menyatakannya  sebagai sebuah perang saudara.

Perang ini di mulai dari sebuah kejadian yang sepele. Kejadian kecil  yang bersifat lokal ini dimulai ketika seorang supir taxi bertengkar /  berantem dengan seorang warga Islam Ambon. Berbagai sumber berita  dengan kuat mengindikasikan bahwa kesempatan ini digunakan oleh para  provokator untuk memulai pengrusakan besar-besaran di Ambon dan bahkan  sampai ke pulau-pulau di sekitarnya. Pola yang demikian kelihatannya  muncul berulang-kali dari kasus ke kasus , di mana kejadian lokal yang  sepele menjadi sesuatu yang besar dan tak terkendali yang menghancurkan   semua komunitas yang ada. Kita bisa melihat pola ini di Ketapang,  Kupang, kasus Poso (di mana kasus Poso ini tidak pernah di liputi oleh  media, dan kejadian sekitar hari natal tahun 1998 di Sulawesi Tengah  yang menghantam kota Poso, Palu dan Palopo itu sangat parah juga).  Bahkan berbagai sumber berita mengisyaratkan bahwa para provokator itu  di gerakkan oleh Suharto dan antek-anteknya.

Kasus Ambon ini adalah yang paling parah, daftar pertama para korban  dilampirkan di tabel 1. Sejak saat itu masyarakat Ambon hidup dalam  ketakutan dan banyak kejadian-kejadian kecil dimana-mana. Belum sampai  tanggal 14 Februari, 1999, muncul lagi kejadian serius lainnya. Warga  Kristen di Kariu di pulau Haruku di serang oleh penduduk Pelauw,  Kailolo dan Ori. Sebagian besar penduduk dari tiga tempat tersebut   adalah warga Islam. Menurut para saksi mata dan penelitian yang  dilakukan oleh Tim Pencari Fakta Salawaku, kejadian tanggal 14 Februari  ini lebih parah lagi di sebabkan oleh beberap hal:
  1. Tepat sebelum di serang, pos komando aparat keamanan, yang  berfungsi untuk menjaga keamanan di perbatasan Pelauw dan Kariu, di  pindahkan tempat lain.
  2. Komando pos militer Yon 733, bapak Safar Latuamuri yang juga  berasal dari Pelauw bersama-sama dengan beberapa aparat dan penduduk  desa tersebut dan menyerang penduduk di Kairu.
    Berikut adalah daftar para korban dari serangan tersebut:
  3.  
    No.
    Nama
    Penyebab
    Status
    1. Yohanis Radjawane
    Ditembak aparat
    Tewas
    2. Dominggus Tupalesy
    Ditembak aparat
    Tewas
    3. Elly Pattinasarany
    Dibakar di dalam rumah
    Tewas
    4. Dolly Takaria
    Dibakar di dalam rumah
    Tewas
    5. Polly Nanlohi
    Ditembak aparat
    Luka parah
    6. Atja Pattiasina
    Ditembak aparat
    Luka parah
    7. Hengky Siahaya
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    8. Yohanis Noya
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    9. Izack Noya
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    10. Salakori
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    11. Yopy Kilanresy
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    12. Corinus Laisina
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    13. Agusthinus Siahaya
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    14. Lamberh Noya
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    15. Max Noya
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    16. Ruka Birahi
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    17. Bominngus Taihutu
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    18. Domiggus Noya
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    19. Dominggus Pattirajawane
    Ditembak aparat
    Luka ringan
    20. Abraham Hahury
    Dipanah
    Luka ringan
    21. Marthinus Metehelemual
    Dipanah
    Luka ringan
    22. Hanny Lewerisa
    Dipanah
    Luka ringan
    23. Karel Radjawane
    Dipanah
    Luka ringan
    24. Dominggus Pattiasina
    Ledakan bom
    Luka ringan
    25. Ronny Lalopua
    Ledakan bom
    Luka ringan
    26. Jacob Pattirajawane
    Dipanah
    Luka ringan
    27. Johanis Pattirajawane
    Dipanah
    Luka ringan
    28. Rudy Watimena
    Dipanah
    Luka ringan
    29. Welem Riry
    Dipanah
    Luka ringan
    30. Izaack Nahusona
    Dipanah
    Luka ringan
    31. Semuel Radjawane
    Dipanah
    Luka ringan
  4. Rumah -rumah dan bahkan sebuah gereja yang telah berada dibawah  perlindungan pasukan keamanan bisa terbakar habis.
  5. Pasukan penjaga keamanan juga terlibat dalam penembakan brutal  terhadap penduduk Hulaliu, yang datang terburu-buru untuk membantu  korban luka di Kariu.
Berikut ini adalah daftar para korban dari desa Hulalui:
No.
Nama
Penyebab
Status
1. Marthen Tahapary
Tewas
Tewas
2. Janes Leikawabessy
Tewas
Tewas
3. Agus Noya
Tewas
Tewas
4. Frangky Tanate
Tewas
Tewas
5. Christian Noya
Ditembak aparat
Luka parah
6. Marthinus Taihutu
Ditembak aparat
Luka parah
7. Jacob Noya
Ditembak aparat
Luka parah
8. Chres Noya
Ditembak aparat
Luka parah
9. Jusuf Birahi
Ditembak aparat
Luka parah
10. Ronny Huka
Ditembak aparat
Luka parah
11. Donny Noya
Ditembak aparat
Luka parah
12. Duan Noya
Ditembak aparat
Luka parah
13. Stevy Noya
Ditembak aparat
Luka parah
14. Julius Kainama
Ditembak aparat
Luka parah
15. Jopie Laisina
Ditembak aparat
Luka parah
16. Elianus Siahaya
Ditembak aparat
Luka ringan
17. Bram Noya
Ditembak aparat
Luka ringan
18. Thopilus Noya
Ditembak aparat
Luka ringan
19. Simon Werinussa
Ditembak aparat
Luka ringan

Pada tanggal 21 dan 22 Febuari,1999, hari senin dan  selasa, di pulau Saparua, penduduk Siri Sori Islam dan penduduk Siri  Sori Serani (Kristen) terlibat dalam perkelahian; begitu juga dengan  penduduk Iha (Muslim) dan Nolloth (Kristen). Tiga orang Nolloth  meninggal dan seorang dengan lengan teramputasi akibat dari tembakan   dari seorang petugas.
Sementar itu, pada hari selasa tanggal 22 Febuary 1999. Dikota ambon  kerusuhan terjadi lagi. Bom meledak di Batu Merah Dalam. Rumah-rumah  warga Kristen dibakar. Petugas keamanan tidak berbuat apa-apa ketika  orang-orang mulai menyerang warga Kristen. Sampai saat ini 6 orang  tertembak mati oleh petugas keamanan dan tiga diantaranya ditembak oleh  petugas keamanan ketika mereka masih berada di dalam pagar/pekarangan  Gereja Bethabara di Batu Merah Dalam. Para umat kristen di Batu merah  Dalam sampai harus lari mencari tempat perlindungan.

Walaupun banyak berita utama di media menyatakan - Kristen membantai  Islam di Ambon - kelihatannya yang sebaliknyalah yang benar . Tetapi  yang lebih menyakitkan dan memprihatinkan adalah sikap para petugas  militer. Mereka bukan saja tidak melakukan apa -apa , sebetulnya mereka  terlibat dalam aksi penyerangan dan penembakan . Sikap dan perbuatan  petugas militer yang demikian bukan saja tidak dapat diterima, tetapi  juga mencerminkan hilangnya kontrol dan kekuasaan di dalam unit militer  secara keseluruhan, bahkan dari Menhankam sendiri, Jenderal   Wiranto.

Menurut para saksi mata, salah seorang aparat yang terlibat dalam  peristiwa penembakan di Batu Merah Dalam adalah seorang polisi bernama  Cahyana.
Dibawah ini adalah daftar korban di Ambon dari tanggal 23-24  Februari , 1999.

No. Nama
Penyebab
Status
1. Jacob de Lima
Di tembak aparat
Tewas
2. Rudy Hehatubun
Di tembak aparat
Tewas
3. E. Telusa
Di tembak aparat
Tewas
4. Marthin Manukelle
Di tembak aparat
Tewas
5. Anthon Lopulalan
Di tembak aparat
Tewas
6. F., Hitipeuw
Di tembak aparat
Tewas

Penganiayaan terhadap umat Kristen, yang di lakukan  secara halus di masa kekuasaan Soeharto,  dilakukan secara terang-terangan dan ganas di era pemerintahan  transisi Habibie. Menurut laporan yang disampaikan oleh FKKI (Forum   Komunikasi Kristen Indonesia), sebanyak 455 gereja telah di serang dan  di bakar semasa pemerintahan Suharto.   Semenjak Habibie berkuasa,  dalam kurun waktu kurang dari setahun tercatat minimal 95 gereja telah  diserang dan dibakar. Kelompok Fundamentalis yang bergerak di belakang  Habibie sejak dibentuknya ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia)  pada awal tahun 90an, telah menunjukkan kekejamannya sejak peristiwa  kerusuhan May 1998. 

Walaupun terlihat dengan jelas adanya pola yang sama di setiap  peristiwa, bahkan sejak kasus Surabaya 9 Juni, 1996 dan diikuti kasus  Situbondo 10 Oktober, 1996, pemerintah dan ABRI masih belum dapat  memberikan keadilan yang tuntas dan mutlak kepada rakyat Indonesia  dengan menunjuk dan mengadili para otak dibelakang semua persitiwa  ini.  Kurangnya niat serta   kemampuan pemerintah dan ABRI   telah mengakibatkan melemahnya pengaruh mereka secara lokal maupun di  dunia international.  Hal ini akan terjadi kalau pemerintah tidak  memenuhi tugasnya yaitu untuk melayani rakyatnya.

Laporan disiapkan oleh:
Hengky Hattu - Yayasan Sala Waku Maluku
Kie-eng Go -  Texas - USA

         *******************************

Tabel 1

Daftar korban kasus Ambon, January 15-28, 1999.
1. Gereja Nehemiah, Jemaat Bethaba (Gereja Protestan   Maluku) di desa Batu Merah telah di jarah dan di hancurkan.   Bagian dalam gereja ini dibakar (60% hancur).
2. Gereja Sumber Kasih, Jemaat Silo (Gereja Protestan   Maluku) di desa Silale - Waihaong dibakar sampai rata dengan tanah  (100% hancur).
3. Gereja Bethlehem di jalan Anthony Rhibok dilempar   batu. (20% hancur).
4. Gereja Tua Hila di perkampungan Kristen Hila (gereja   tertua di Ambon) habis terbakar (100% hancur).
5. Gereja Protestan Petra, Jemaat Petra (Gereja   Protestan Maluku) di desa Benteng Karang Ambon habis terbakar (100%  hancur).
6. Gereja Katolik Logos di Desa Benteng Karang habis   terbakar (100% hancur).
7. Gereja  Sidang Jemaat Allah di Desa Benteng   Karang habis terbakar (100% hancur).
8. Gereja Maranatha di Desa Negri Lama dibakar habis   (100% hancur).
9. Gereja Hanwele di Desa Nania dibakar habis (100%   hancur).
10. Gereja Protestan Maluku (GPM) di Desa Paporu-Piru,   Seram Barat dibakar habis (100% hancur).
11. Gereja Katolik di Desa Paporu-Piru, Seram Barat   dibakar habis (100% hancur).
12. Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) di Desa   Paporu-Piru, Seram Barat dibakar (100% hancur).
13. Gereja Protestan, Jemaat Sanana (GPM) di Desa Sanana   dibakar (100% hancur).
14. Gereja Katolik, Jemaat Sanana di Desa Sanana dibakar   (100% hancur).
15. Gereja Bethel Indonesia, Jemaat Sanana di Desa Sanana   dibakar (100% hancur).

Daftar rumah dan sekolah jemaat yang dirusak dan  dibakar oleh massa saat kerusuhan Ambon tanggal 15-28 Januari,  1999:
1.  Rumah pastor GPM jemaat Desa Hila  (dibakar).
2. Rumah pastor GPM jemaat Desa Benteng Karang   (dibakar).
3. Rumah pastor GPM jemaat Desa Nania  (dibakar).
4. Rumah pastor GPM jemaat Desa Negri Lama  (dibakar).
5. Rumah pastor GPM jemaat Sanana (dibakar).
6. Rumah jemaat (rumah pastor) jemaat Sanana  (dibakar).
7. Satu sekolah Katolik di Sanana (dibakar).

Daftar mesjid yang dirusak dan atau dibakar massa  saat kerusuhan Ambon tanggal 15-28 Januari, 1999:
1. Mesjid Al Huda di jalan Diponegoro Atas dibakar (12%   rusak).
2. Mesjid As Sa92adah Pule di jalan Karang Panjang   terbakar habis.
3. Mesjid Al Ikhlas di jalan Pattimura Raya didalam Pos   Alley dirusak (20% rusak)
4. Mesjid Al Ikhwan di pasar Mardina terbakar  habis.
5. Mesjid An-Nur di jalan Sangaji dirusak massa ( 20%   rusak)
6. Mesjid At-Taqwa di desa Batu Gajah/ Batu Bulan   dibakar (50% rusak)
7. Mesjid Al Ikhlas di Kompleks Jati Batu Gong   dirusak(50% hancur)
8. Mesjid Kompleks Kati di Batu Gong dirusak(20%   hancur)
9. Mesjid kompleks Wisma Atlit di karang panjang   rusak(20% hancur)
10. Mesjid di kantor daerah regional dirusak (20%   hancur)
11. Mesjid Al Mukhlisin di karang Baringin 96Batu   Gantung rusak ( 40% hancur)
12. Mesjid Al Mukharam di Karang Tagape dirusak (45%   hancur)
13. Mesjid kantor transmigrasi regional dirusak (20%   hancur)
14. Mesjid Kompleks Kopertis Ahuru di Desa Ahuru dirusak   (20% hancur)
15. Mesjid Kompleks TVRI di Gunung Nona dirusak (40 %   hancur)
16. Mesjid Nurul Hijrah Nania di desa Nania dibakar (50%   hancur)
17. Mesjid Labuhan Batu di desa Labuhan Batu dirusak (40%   hancur)
18. Mesjid Al Muhajirin di desa Paso dibakar (60%   hancur)
19. Mesjid Jamiatul Islamiah di desa Galala dibakar   (50%hancur)
20. Mesjid Wailete di desa Hative Besar dibakar (65%   hancur)
21. Ruang ibadah di kompleks SMUN 7 Wailete di desa   Hative Besar dirusak (60% hancur)
22. Ruang ibadah Galala di desa Galala dibakar (50%   hancur)
23. Ruang ibadah Nurul Haq di desa Dobo di Maluku   Tenggara dirusak (20% hancur)

Data sekolah yang dirusak dan / atau dibakar saat  kerusuhan Ambon tanggal 15-28 Januari, 1999:
1. SD Al-Hilal di jalan Anthony Ribhaok dibakar (100%   hancur)
2. SMU Muhammadiyah Tanah Lapang Kecil (Talake) dirusak   (40% hancur)

   
Data dipersiapkan oleh FKKI.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Invasi Belanda ke Pantai Barat Sumatera dilaksanakan oleh Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger di bawah pimpinan Jan Jacob Roeps dan Andreas Victor Michiels pada tahun 1831. Selama beberapa waktu terjadi masalah antara Belanda dengan Aceh. Belanda berada dalam situasi sulit akibat Perjanjian London tahun 1824, sehingga perdagangan Belanda terganggu dan Aceh tetap tak terhukum atas perompakan yang sudah lama berlangsung di situ.


Serangan Belanda ke Pantai Barat Sumatera. Dalam gambar itu tampak Let. Bisschoff.

Ditetapkan dalam perjanjian tersebut bahwa pemerintah Belanda akan menjaga hubungan dengan Aceh mengenai pengaturan bahwa negeri itu akan menjamin pelayaran dan perdagangan tanpa kehilangan kemerdekaannya, meski jaminan itu hanya tercapai bila Belanda punya pengaruh di sana. Namun, menurut perjanjian itu, Belanda harus menguraikan wacana persahabatan, yang sudah cukup ditarik Aceh.

Pada tanggal 7 Februari 1831, kapal Friendship milik Amerika Serikat dirompak di Kuala Batee oleh orang-orang Aceh. Tak lama setelahnya, skuner Dolfijn milik Belanda juga dibajak; usaha membawa kembali kapal itu gagal, namun ketakutan akan perselisihan dengan Britania Raya dan pecahnya perang dengan Aceh membuat Belanda tidak mengambil tindakan lanjutan apapun. Akibatnya, orang-orang Aceh menjadi nekat dengan menduduki Barus dan sejumlah pos milik Belanda. Oleh karena itu, diputuskanlah untuk memperluas kekuasaan Belanda di Pantai Barat Sumatera hingga Singkil. Barus, Tapus, dan Singkil sendiri merdeka dari Kesultanan Aceh, meskipun kesultanan mengklaimnya. Karena ketiga daerah tersebut bukan bagian Kesultanan Aceh, Belanda tidak merasa perlu terikat dengan Perjanjian Sumatera.

LetKol. Roeps (komandan di Barus) hanya diperintahkan memimpin serbuan khusus saja. Didorong oleh tekanan penduduk Aceh yang bermusuhan, ia melancarkan sejumlah ekspedisi, yang dengan itulah ia melibas perlawanan bersenjata. Di salah satu pertempuran, ia terluka parah oleh tembakan. Andreas Victor Michiels kini maju dengan 700 prajurit dan anggota salah satu skuadron ke Barus dan banyak orang Aceh di kubu pertahanannya. Let. Bisschoff menaiki tembok pembatas salah satu bangunan itu dan merebut bendera Aceh. Musuh merebutnya kembali dan mendaratkan 11 luka sabet kepadanya. Dengan meninggalkan senjata dan amunisi, musuh berlari ke Tapus dan Singkil, tempat kekuatan utama orang-orang Aceh yang dipimpin oleh Mohammad Arief. Di sini, musuh juga dihalau setelah diberangus senjatanya dan tujuan ekspedisi kecil ini tercapai. Dengan demikian, Singkil masuk Hindia-Belanda.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Konflik yang menghancurkan Kongo, Uganda dan Sudan, tiga keadaan darurat terbesar dunia, semakin kecil menarik perhatian media. Reuters Alertnet, situs berita isu kemanusiaan yang dikelola Yayasan Reuters, menanyai lebih dari 100 profesional bantuan kemanusiaan, tokoh media, akademisi dan aktivis mengenai kiris-krisis terlupakan.

 Di bawah ini berturut-turut adalah fakta-fakta penting dari 10 keadaan darurat di dunia.

- Pembunuhan di Kongo: Republik Demokratik Kongo terlanda kekerasan setelah pecah perang saudara yang menghancurkan antara 1998-2003 dan telah menewaskan hampir 4,0 juta orang.
Kekerasan meledak di kawasan timur negara ini sejak akhir tahun lalu dan darah tumpah di wilayah Ituri, menyebabkan sekitar 100.000 orang pergi mengungsi dari rumah-rumah mereka. Puluhan ribu wanita dan anak-anak menjadi korban perkosaan. Sekitar 3,3 juta orang kini di luar jangkauan kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan.

- Rakyat Uganda sudah menderita di bawah peperangan selama 18 tahun antara militer Uganda dengan pemberontak-pemberontak Tentara Perlawanan Tuhan (LRA). Sejumlah 20.000 anak-anak diculik oleh LRA dan dipaksa menjadi tentara anak-anak serta budak pemuas nafsu seks.
Sudah lebih 100.000 orang tewas sejak konflik pecah, dan 1,6 juta jiwa lainnya terusir dari rumah-rumah mereka ke kamp-kamp pengungsian menyedihkan.

- Perang saudara di Sudan selatan tercatat sebagai perang saudara terlama di Afrika, dan dalam dua tahun terakhir konflik baru di wilayah Darfur menambah panjang daftar penderitaan itu.
Puluhan ribu orang sudah tewas dan dua juta lainnya terusir, 4,0 juta orang kemungkinan segera butuh bantuan penyelamat kehidupan. Di selatan, persetujuan perdamaian yang rawan kini diberlakukan setelah perang saudara yang sudah berlangsung 21 tahun.

- Selain itu, wabah AIDS terbesar juga menyerang Afrika dengan dua pertiga dari total 40 juta penderita HIV/AIDS berada di benua hitam itu. Tiga puluh persen orang dewasa di Afrika sub-Sahara terinfeksi dan 14 juta anak-anak menjadi yatim-piatu oleh AIDS.

- Afrika Barat dalam kekacauan: Liberia, Pantai Gading dan Sierra Leone berjuang bagi perdamaian setelah terjadi berbagai konflik yang memaksa anak-anak untuk ikut berperang.

- Konflik Kolombia: hampir tiga juta orang terlantar setelah terjadi konflik di negara ini selama empat dekade. Penduduk sipil terlibat dalam pertempuran antara milisi bersenjatra dan tentara pemerintah yang dipicu oleh perang obat bius dan pelanggaran terhadap undang-undang. Sebanyak 35.000 orang tewas sejak dimulainya konflik itu pada 1990-an.

- Konflik Chechnya: puluhan ribu orang tewas dan ratusan ribu menjadi tuna wisma dalam koflik satu-dasawarsa di republik yang ingin memisahkan diri dari Rusia itu. Menurut sejumlah dokter, sebanyak 80 persen anak-anak menderita trauma.

- Krisis Haiti: kerusuhan politik dan keadaan tanpa hukum berlangsung di negara itu sehingga mengancam pemasokan makanan dan pelayanan kesehatan bagi ratusan ribu penduduknya. Sebanyak 55% warga Haiti hidup dengan pendapatan kurang dari US$1 sehari dan 42% anak-anak masih belum menikmati makanan empat sehat lima sempurna.

- Krisis di Nepal: Kira-kira 11.00 orang tewas dalam konflik selama sembilan tahun antara pemberontak Mao dan kerajaan yang konstitusional. Sebanyak 100.000-200.000 menjadi korban dan terputus tidak menerima bantuan dari dunia internasional.

- Sejumlah penyakit menular: Malaria dan TBC membunuh jutaan orang setiap tahun. Malaria membunuh satu anak Afrika setiap 30 detik, dan TBC membunuh kira-kira dua juta orang setahun di seluruh dunia, termasuk orang-orang yang terinfeksi dengan HIV. (*/tut)
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Pembantaian Westerling adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling. Peristiwa ini terjadi pada bulan Desember 1946-Februari 1947 selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).

Sementara Perjanjian Linggarjati sedang berlangsung, di daerah-daerah di luar Jawa dan Sumatera, tetap terjadi perlawanan sengit dari rakyat setempat. Walaupun banyak pemimpin mereka ditangkap, dibuang dan bahkan dibunuh, perlawanan rakyat di Sulawesi Selatan tidak kunjung padam. Hampir setiap malam terjadi serangan dan penembakan terhadap pos-pos pertahanan tentara Belanda. Para pejabat Belanda sudah sangat kewalahan, karena tentara KNIL yang sejak bulan Juli menggantikan tentara Australia, tidak sanggup mengatasi gencarnya serangan-serangan pendukung Republik. Mereka menyampaikan kepada pimpinan militer Belanda di Jakarta, bahwa apabila perlawanan bersenjata pendukung Republik tidak dapat diatasi, mereka harus melepaskan Sulawesi Selatan.

Maka pada 9 November 1946, Letnan Jenderal Simon Hendrik Spoor dan Kepala Stafnya, Mayor Jenderal Dirk Cornelis Buurman van Vreeden memanggil seluruh pimpinan pemerintahan Belanda di Sulawesi Selatan ke markas besar tentara di Jakarta. Diputuskan untuk mengirim pasukan khusus dari DST pimpinan Raymond Westerling untuk menghancurkan kekuatan bersenjata Republik serta mematahkan semangat rakyat yang mendukung Republik Indonesia. Westerling diberi kekuasaan penuh untuk melaksanakan tugasnya dan mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu.

Pada tanggal 15 November 1946, Letnan I Vermeulen memimpin rombongan yang terdiri dari 20 orang pasukan dari Depot Pasukan Khusus (DST) menuju Makassar. Sebelumnya, NEFIS telah mendirikan markasnya di Makassar. Pasukan khusus tersebut diperbantukan ke garnisun pasukan KNIL yang telah terbentuk sejak bulan Oktober 1945. Anggota DST segera memulai tugas intelnya untuk melacak keberadaan pimpinan perjuangan Republik serta para pendukung mereka.

Westerling sendiri baru tiba di Makassar pada tanggal 5 Desember 1946, memimpin 120 orang Pasukan Khusus dari DST. Dia mendirikan markasnya di Mattoangin. Di sini dia menyusun strategi untuk Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan) dengan caranya sendiri, dan tidak berpegang pada Voorschrift voor de uitoefening van de Politiek-Politionele Taak van het Leger - VPTL (Pedoman Pelaksanaan bagi Tentara untuk Tugas di bidang Politik dan Polisional), di mana telah ada ketentuan mengenai tugas intelijen serta perlakuan terhadap penduduk dan tahanan. Suatu buku pedoman resmi untuk Counter Insurgency.
Tahap Pertama

Aksi pertama operasi Pasukan Khusus DST dimulai pada malam tanggal 11 menjelang 12 Desember. Sasarannya adalah desa Batua serta beberapa desa kecil di sebelah timur Makassar dan Westerling sendiri yang memimpin operasi itu. Pasukan pertama berkekuatan 58 orang dipimpin oleh Sersan Mayor H. Dolkens menyerbu Borong dan pasukan kedua dipimpin oleh Sersan Mayor Instruktur J. Wolff beroperasi di Batua dan Patunorang. Westerling sendiri bersama Sersan Mayor Instruktur W. Uittenbogaard dibantu oleh dua ordonan, satu operator radio serta 10 orang staf menunggu di desa Batua.

Pada fase pertama, pukul 4 pagi wilayah itu dikepung dan seiring dengan sinyal lampu pukul 5.45 dimulai penggeledahan di rumah-rumah penduduk. Semua rakyat digiring ke desa Batua. Pada fase ini, 9 orang yang berusaha melarikan diri langsung ditembak mati. Setelah berjalan kaki beberapa kilometer, sekitar pukul 8.45 seluruh rakyat dari desa-desa yang digeledah telah terkumpul di desa Batua. Tidak diketahui berapa jumlahnya secara tepat. Westerling melaporkan bahwa jumlahnya antara 3.000 sampai 4.000 orang yang kemudian perempuan dan anak-anak dipisahkan dari pria.

Fase kedua dimulai, yaitu mencari "kaum ekstremis, perampok, penjahat dan pembunuh". Westerling sendiri yang memimpin aksi ini dan berbicara kepada rakyat, yang diterjemahkan ke bahasa Bugis. Dia memiliki daftar nama "pemberontak" yang telah disusun oleh Vermeulen. Kepala adat dan kepala desa harus membantunya mengidentifikasi nama-nama tersebut. Hasilnya adalah 35 orang yang dituduh langsung dieksekusi di tempat. Metode Westerling ini dikenal dengan nama "Standrecht" – pengadilan (dan eksekusi) di tempat. Dalam laporannya Westerling menyebutkan bahwa yang telah dihukum adalah 11 ekstremis, 23 perampok dan seorang pembunuh.

Fase ketiga adalah ancaman kepada rakyat untuk tindakan di masa depan, penggantian Kepala desa serta pembentukan polisi desa yang harus melindungi desa dari anasir-anasir "pemberontak, teroris dan perampok". Setelah itu rakyat disuruh pulang ke desa masing-masing. Operasi yang berlangsung dari pukul 4 hingga pukul 12.30 telah mengakibatkan tewasnya 44 rakyat desa.

Demikianlah "sweeping ala Westerling". Dengan pola yang sama, operasi pembantaian rakyat di Sulawesi Selatan berjalan terus. Westerling juga memimpin sendiri operasi di desa Tanjung Bunga pada malam tanggal 12 menjelang 13 Desember 1946. 61 orang ditembak mati. Selain itu beberapa kampung kecil di sekitar desa Tanjung Bunga dibakar, sehingga korban tewas seluruhnya mencapai 81 orang.

Berikutnya pada malam tanggal 14 menjelang 15 Desember, tiba giliran Kalukuang yang terletak di pinggiran kota Makassar, 23 orang rakyat ditembak mati. Menurut laporan intelijen mereka, Wolter Monginsidi dan Ali Malakka yang diburu oleh tentara Belanda berada di wilayah ini, namun mereka tidak dapat ditemukan. Pada malam tanggal 16 menjelang tanggal 17 Desember, desa Jongaya yang terletak di sebelah tenggara Makassar menjadi sasaran. Di sini 33 orang dieksekusi.

Tahap Kedua

Setelah daerah sekitar Makassar dibersihkan, aksi tahap kedua dimulai tanggal 19 Desember 1946. Sasarannya adalah Polobangkeng yang terletak di selatan Makassar di mana menurut laporan intelijen Belanda, terdapat sekitar 150 orang pasukan TNI serta sekitar 100 orang anggota laskar bersenjata. Dalam penyerangan ini, Pasukan DST menyerbu bersama 11 peleton tentara KNIL dari Pasukan Infanteri XVII. Penyerbuan ini dipimpin oleh Letkol KNIL Veenendaal. Satu pasukan DST di bawah pimpinan Vermeulen menyerbu desa Renaja dan Komara. Pasukan lain mengurung Polobangkeng. Selanjutnya pola yang sama seperti pada gelombang pertama diterapkan oleh Westerling. Dalam operasi ini 330 orang rakyat tewas dibunuh.

Tahap Ketiga

Aksi tahap ketiga mulai dilancarkan pada 26 Desember 1946 terhadap Gowa dan dilakukan dalam tiga gelombang, yaitu tanggal 26 dan 29 Desember serta 3 Januari 1947. Di sini juga dilakukan kerjasama antara Pasukan Khusus DST dengan pasukan KNIL. Korban tewas di kalangan penduduk berjumlah 257 orang.

Pemberlakuan Keadaan Darurat

Untuk lebih memberikan keleluasaan bagi Westerling, pada 6 Januari 1947 Jenderal Simon Spoor memberlakukan noodtoestand (keadaan darurat) untuk wilayah Sulawesi Selatan. Pembantaian rakyat dengan pola seperti yang telah dipraktekkan oleh pasukan khusus berjalan terus dan di banyak tempat, Westerling tidak hanya memimpin operasi, melainkan ikut menembak mati rakyat yang dituduh sebagai teroris, perampok atau pembunuh.

Pertengahan Januari 1947 sasarannya adalah pasar di Parepare dan dilanjutkan di Madello, Abbokongeng, Padakkalawa, satu desa tak dikenal, Enrekang, Talabangi, Soppeng, Barru, Malimpung, dan Suppa. Setelah itu, masih ada beberapa desa dan wilayah yang menjadi sasaran Pasukan Khusus DST tersebut, yaitu pada tanggal 7 dan 14 Februari di pesisir Tanete, pada tanggal 16 dan 17 Februari di desa Taraweang dan Bornong-Bornong. Kemudian juga di Mandar, di mana 364 orang penduduk tewas dibunuh. Pembantaian para "ekstremis" bereskalasi di Kulo, Amparita dan Maroangin di mana 171 penduduk dibunuh tanpa sedikit pun dikemukakan bukti kesalahan mereka atau alasan pembunuhan.

Selain itu, di aksi-aksi terakhir, tidak seluruhnya "teroris, perampok dan pembunuh" yang dibantai berdasarkan daftar yang mereka peroleh dari dinas intel, melainkan secara sembarangan orang-orang yang sebelumnya ada di tahanan atau penjara karena berbagai sebab, dibawa ke luar dan dikumpulkan bersama terdakwa lain untuk kemudian dibunuh.

H.C. Kavelaar, seorang wajib militer KNIL, adalah saksi mata pembantaian di alun-alun di Tanette, di mana sekitar 10 atau 15 penduduk dibunuh. Dia menyaksikan, bagaimana Westerling sendiri menembak mati beberapa orang dengan pistolnya, sedangkan lainnya diberondong oleh peleton DST dengan sten gun. Di semua tempat, pengumpulan data mengenai orang-orang yang mendukung Republik, intel Belanda selalu dibantu oleh pribumi yang rela demi uang dan kedudukan. Pada aksi di Gowa, Belanda dibantu oleh seorang kepala desa, Hamzah, yang tetap setia kepada Belanda.

Peristiwa Galung Lombok

Peristiwa maut Galung Lombok terjadi pada tanggal 2 Februari 1947. Ini adalah peristiwa pembantaian Westerling, yang telah menelan korban jiwa terbesar di antara semua korban yang jatuh di daerah lain sebelumnya. Pada peristiwa itu, M. Joesoef Pabitjara Baroe (anggota Dewan Penasihat PRI) bersama dengan H. Ma'roef Imam Baroega, Soelaiman Kapala Baroega, Daaming Kapala Segeri, H. Nuhung Imam Segeri, H. Sanoesi, H. Dunda, H. Hadang, Muhamad Saleh, Sofyan, dan lain-lain, direbahkan di ujung bayonet dan menjadi sasaran peluru. Setelah itu, barulah menyusul adanya pembantaian serentak terhadap orang-orang yang tak berdosa yang turut digiring ke tempat tersebut.

Semua itu belum termasuk korban yang dibantai habis di tempat lain, seperti Abdul Jalil Daenan Salahuddin (Qadhi Sendana), Tambaru Pabicara Banggae, Atjo Benya Pabicara Pangali-ali, ketiganya anggota Dewan Penasihat PRI, Baharuddin Kapala Bianga (Ketua Majelis Pertahanan PRI), Dahlan Tjadang (Ketua Majelis Urusan Rumah Tangga PRI), dan masih banyak lagi. Ada pula yang diambil dari tangsi Majene waktu itu dan dibawa ke Galung Lombok lalu diakhiri hidupnya.

Sepuluh hari setelah terjadinya peristiwa yang lazim disebut Peristiwa Galung Lombok itu, menyusul penyergapan terhadap delapan orang pria dan wanita, yaitu Andi Tonra (Ketua Umum PRI), A. Zawawi Yahya (Ketua Majelis Pendidikan PRI), Abdul Wahab Anas (Ketua Majelis Politik PRI), Abdul Rasyid Sulaiman (pegawai kejaksaan pro RI), Anas (ayah kandung Abdul Wahab), Nur Daeng Pabeta (kepala Jawatan Perdagangan Dalam Negeri), Soeradi (anggota Dewan Pimpinan Pusat PRI), dan tujuh hari kemudian ditahan pula Ibu Siti Djohrah Halim (pimpinan Aisyah dan Muhammadiyah Cabang Mandar), yang pada masa PRI menjadi Ketua Majelis Kewanitaan.

Dua di antara mereka yang disiksa adalah Andi Tonran dan Abdul Wahab Anas. Sedangkan Soeradi tidak digiring ke tiang gantungan, melainkan disiksa secara bergantian oleh lima orang NICA, sampai menghebuskan nafas terakhir di bawah saksi mata Andi Tonra dan Abdul Wahab Anas.

Pasca Operasi Militer

Jenderal Spoor menilai bahwa keadaan darurat di Sulawesi Selatan telah dapat diatasi, maka dia menyatakan mulai 21 Februari 1947 diberlakukan kembali Voorschrift voor de uitoefening van de Politiek-Politionele Taak van het Leger - VPTL (Pedoman Pelaksanaan bagi Tentara untuk Tugas di bidang Politik dan Polisional), dan Pasukan DST ditarik kembali ke Jawa.

Dengan keberhasilan menumpas para ekstrimis, di kalangan Belanda baik militer mau pun sipil reputasi Pasukan Khusus DST dan komandannya, Westerling melambung tinggi. Media massa Belanda memberitakan secara superlatif. Ketika pasukan DST tiba kembali ke Markas DST pada 23 Maret 1947, mingguan militer Het Militair Weekblad menyanjung dengan berita: "Pasukan si Turki kembali." Berita pers Belanda sendiri yang kritis mengenai pembantaian di Sulawesi Selatan baru muncul untuk pertama kali pada bulan Juli 1947.

Kamp DST kemudian dipindahkan ke Kalibata, dan setelah itu, karena dianggap sudah terlalu sempit, selanjutnya dipindahkan ke Batujajar dekat Cimahi. Pada bulan Oktober 1947 dilakukan reorganisasi di tubuh DST dan komposisi Pasukan Khusus tersebut kemudian terdiri dari 2 perwira dari KNIL, 3 perwira dari KL (Koninklijke Leger), 24 bintara KNIL, 13 bintara KL, 245 serdadu KNIL dan 59 serdadu KL.

Pada tanggal 5 Januari 1948, nama DST dirubah menjadi Korps Speciale Troepen – KST (Korps Pasukan Khusus) dan kemudian juga memiliki unit parasutis. Westerling memegang komando pasukan yang lebih besar dan lebih hebat dan pangkatnya menjadi Kapten.

Jumlah Korban

Berapa ribu rakyat Sulawesi Selatan yang menjadi korban keganasan tentara Belanda hingga kini tidak jelas. Tahun 1947, delegasi Republik Indonesia menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB, korban pembantaian terhadap penduduk, yang dilakukan oleh Kapten Raymond Westerling sejak bulan Desember 1946 di Sulawesi Selatan mencapai 40.000 jiwa.

Pemeriksaan Pemerintah Belanda tahun 1969 memperkirakan sekitar 3.000 rakyat Sulawesi tewas dibantai oleh Pasukan Khusus pimpinan Westerling, sedangkan Westerling sendiri mengatakan, bahwa korban akibat aksi yang dilakukan oleh pasukannya "hanya" 600 orang.

Perbuatan Westerling beserta pasukan khususnya dapat lolos dari tuntutan pelanggaran HAM Pengadilan Belanda karena sebenarnya aksi terornya yang dinamakan contra-guerilla, memperoleh ijin dari Letnan Jenderal Spoor dan Wakil Gubernur Jenderal Dr. Hubertus Johannes van Mook. Jadi yang sebenarnya bertanggungjawab atas pembantaian rakyat Sulawesi Selatan adalah Pemerintah dan Angkatan Perang Belanda.

Pembantaian tentara Belanda di Sulawesi Selatan ini dapat dimasukkan ke dalam kategori kejahatan atas kemanusiaan (crimes against humanity), yang hingga sekarangpun dapat dimajukan ke pengadilan internasional, karena untuk pembantaian etnis (Genocide) dan crimes against humanity, tidak ada kadaluarsanya. Perlu diupayakan, peristiwa pembantaian ini dimajukan ke International Criminal Court (ICC) di Den Haag, Belanda.

Sumber: http://id.wikipedia.org
  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments