Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Ada banyak cara untuk meningkatkan Pagerank (PR) Blog kita, setelah googling ke blog para sobat, Kami punya info menarik , info tersebut mengenai salah satu Cara Menaikan Pagerank Dengan MLM Backlink, saya yakini cara ini bisa menaikan pagerank dengan mudah dan relatif cepat laksana pemasaran Multi Level Marketing, nah sobat semua inilah Cara Menaikan Pagerank Dengan MLM Backlink.
Coba aja............. Siapa yang meragukan kedahsyatan faktor kali ? Siapa yang menganggap remeh kehebatan penyebaran produk dengan pemasaran sistem Multi Level Marketing ? . Nah.. soal ini tak perlu dibahas , saya hanya ingin mencoba mengajak anda semua untuk memanfaatkan kedahsyatan faktor kali dan kecepatan penyebaran ini dalam bentuk backlink. Caranya sangat mudah. Anda hanya perlu meletakkan link-link peserta di bawah ini di Blog atau Artikel anda:
- Friendster
- Bisnis Online
- Panduan Belajar WordPress
- Inovasi Guru
- Gandhi Blog
- Saung Bisnisku
- Saungweb
- Kumpulan Artikel Perang
Caranya :
- Buat postingan seperti ini atau copy paste aja artikel ini termasuk copy link lokation nya, terus hapus peserta No.1 dari daftar. Sehingga semua peserta naik 1 level. Yang tadi nomor 2 jadi nomor 1, nomor 3 jadi 2, dst.
- Kemudian masukkan link anda sendiri di bagian paling bawah (nomor 10).
- Sebarkan artikel ini atau cari minimal 5 orang untuk gabung. lebih banyak tentu lebih baik, Jika tiap peseta mampu mengajak 5 orang saja, maka jumlah backlink yang akan didapat adalah :
Ketika posisi anda 10 jumlah backlink = 1 , Posisi 9 jml backlink = 5 , Posisi 8 jml backlink = 25, Posisi 7 jml backlink = 125, Posisi 6 jml backlink = 625, Posisi 5 jml backlink = 3.125 , Posisi 4 jml backlink = 15.625, Posisi 3 jml backlink = 78.125, Posisi 2 jml backlink = 390.625, Posisi 1 jml backlink = 1.953.125. Dan semuanya menggunakan kata kunci yang anda inginkan. Dari sisi SEO anda sudah mendapatkan 1.953.125 backlink dan efek sampingnya jika pengunjung Blog atau Web para downline anda mengklik link itu, anda juga mendapatkan traffik tambahan.
Nah, silahkan copy paste artikel ini, dan hilangkan peserta nomor 1 lalu tambahkan link anda di posisi 10. Ingat, anda harus mulai dari posisi 10 agar hasilnya maksimal. Karena jika anda tiba2 di posisi 1, maka link anda akan hilang begitu ada yang masuk ke posisi 10. Selamat mencoba Cara Menaikan Pagerank Dengan MLM Backlink ini.. dan mari kita lihat bagaimana efeknya . Semoga sukses.
Bagi sobat yang copas artikel ini agar konfirmasi dengan mengisi komentar di postingan ini.
------------Batas Copy Paste--------------------
Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Indonesia
SIAPA sih yang tidak mengenal sosok Pangeran Diponegoro? Sejarah kita mencatatnya sebagai Ratu Adil yang mengobarkan perang suci di jalan Allah. Ia memantik lahirnya Perang Jawa yang menjadi tanda dari perlawanan dahsyat bangsa Jawa terhadap kehadiran VOC. Ia menjadi sosok paling ditakuti VOC yang ditangkap dengan cara dijebak. Namun, tahukah kita bahwa ulama yang digambarkan suci tersebut ternyata beberapa kali berselingkuh dengan perempuan keturunan Cina? Tahukah kita bahwa Pangeran Diponegoro sendiri yang pertama membangkitkan kebencian pada etnis Cina di Jawa dan menuduh perempuan Cina dibalik kekalahannya?
Sejarah kita memang sering tidak utuh mencatat sesuatu. Kita sering disodorkan satu sosok pahlawan yang seolah jatuh dari langit, tanpa mengenali sang pahlawan secara utuh. Kadang kita hanya mengetahui kenyataan sepenggal-sepenggal, dan kenyataan yang sepenggal itulah yang kemudian membanjiri kesan kita atas satu tokoh sejarah. Dalam hal Pangeran Diponegoro, yang disebut sebagai pengobar perang di jalan Allah, persepsi kita banyak dipengaruhi puisi Chairil Anwar yang berjudul Diponegoro. Dalam satu kalimatnya, Chairil mengatakan “Dan bara kagum menjadi api// Di depan Sekali Tuan Bersaksi…….// Pedang di kanan // Keris di kiri // …… Sekali berarti Sudah Itu Mati…”
Di luar kisah-kisah dan puisi yang heorik itu, seberapa tahukah kita tentang sosok Ratu Adil yang menggetarkan orang Jawa ini? Tahukah kita bahwa sosok ini adalah ulama sekaligus pemain seks yang hebat hingga beberapa kali selingkuh tanpa sepengetahuan istrinya?
Majalah Tempo edisi 1-7 Maret 2010 ini, menurunkan laporan tentang pementasan Opera Diponegoro yang disutradari Sardono W Kusumo. Digambarkan bahwa di tengah letusan Gunung Merapi tahun 1822, di tengah-tengah teriak panik penduduk Jawa yang hendak mengungsi, Diponegoro justru menolak mengungsi. Di tengah panik itu, ia malah mengajak istrinya untuk melakukan seks. What? Kita bisa menuduh Sardono seorang pembual. Masak, di tengah kepanikan itu, tokoh sekaliber Diponegoro justru melakukan seks. Kita mungkin menuduh Sardono sebagai pembual. Tapi, kata Sardono, –sebagaimana dicatat Tempo– ia terinsprasi oleh Babad Diponegoro, sebuah otobiografi Pangeran Diponegoro yang ditulis saat ditahan Belanda di Manado, tahun 1830.
Sayang sekali, liputan Tempo itu amat singkat. Hanya sedikit saja menyinggung ikhwal perselingkuhan dengan gadis Cina. Tapi jika kita membaca buku yang ditulis sejarawan Peter Carey yang judulnya Changing Javanese Perceptions of the Chinese Communities in Central Java, kita bisa menemukan perspektif yang lebih jelas tentang kegandrungan seks sang pangeran, yang kemudian menjadi benih awal prasangka orang Jawa terhadap gadis Cina. Studi Carey didasarkan atas telaah yang mendalam terhadap Babad Diponegoro yang dilakukannya selama 40 tahun.
Menurut Carey, Catatan-catatan itu menunjukkan sisi manusiawi Diponegoro yang tidak banyak diketahui orang. Catatan ini berkisah sesuatu dengan amat jujur dalam aksara Pegon, modofikasi aksara Jawi yang diadopsi dari huruf Arab. Ternyata sang pangeran yang dekat dengan para kiai pesantren ini adalah penggemar anggur Afrika, Grand Constantia. Meski Islam mengharamkan alkohol, Diponegoro berdalih bahwa anggur itu adalah obat. Catatan ini menunjukkan bahwa Diponegoro bukanlah seorang yang taat dalam menjalankan syariat. Pada banyak sisi, ia justru tunduk patuh pada hasrat duniawinya. Termasuk dalam soal selingkuh dengan gadis keturunan Cina.
Selingkuh dengan Gadis Cina
Catatan yang lebih mencengangkan adalah perselingkuhan dengan gadis Cina. Diponegoro mengatakan, ia terbius kecantikan seorang Gadis Cina yang ditemuinya sebelum perang besar di Gowok, di bulan Oktober 1826. Perempuan Cina itu lalu dijadikannya sebagai pemijat yang melayani hasrat nafsu sang pangeran. Kemolekan gadis Cina pada masa itu tersohor hingga membuat sang pangeran mabuk kepayang. Pada masa ini, banyak warga keturunan Cina perlahan-lahan mendominasi ekonomi di Jawa khususnya penarikan pajak gerbang tol, dan juga penjualan candu. Banyak pula gadis Cina yang dipekerjakan di tempat hiburan malam, sebagai pemijat para pangeran Jawa, termasuk Diponegoro.
Pada malam sebelum pertempuran, Diponegoro sempat-sempatnya berhubungan seks hingga subuh menjelang. Babad Diponegoro juga mencatat episode perselingkuhan Diponegoro dengan seorang dukun bernama Asmaratruna. Ia menjalin hubungan seks berulang-ulang, sesuatu yang membuatnya malu pada istrinya sendiri.
Dan gara-gara seks terlarang itu, ilmu kekebalannya jadi hilang. Ia melanggar perintah Tuhan sehingga kekebalannya jadi lenyap. Pasukan Jawa yang dipimpinnya kocar-kacir dan kehilangan daya tempur. Bahkan iparnya Sasradilaga juga kalah dalam pertempuran, gara-gara malam sebelum pertempuran melakukan hubungan seks dengan gadis Cina.
Aneh bin ajaib, Diponegoro lalu menyalahkan gadis Cina sebagai biang kekalahan. Ia lalu mengeluarkan larangan untuk menikah dengan gadis Cina. Ia melarang hubungan erat dengan Cina dan mulai memperlakukan orang Cina sebagai musuh, sebagaimana halnya bangsa Belanda. Ia membangun tembok tebal parasangka yang kemudian menjadi endapan selama bertahun-tahun setelah meninggalnya, bahkan hingga kini. Ia memunculkan mitos yang membuat lelaki Jawa takut menikahi gadis Cina. Kata sejarawan Denys Lombard, apa yang dilakukan Pangeran Diponegoro menjadi benih gagasan rasialis yang kemudian mempengaruhi persepsi orang Jawa terhadap orang Cina. Sebagaimana dicatat Carey, Lombrad mengatakan Diponegoro telah menyebarkan ideologi berbahaya yang memasukkan orang Cina sebagai kelompok kafir. Padahal, yang mestinya dijinakkan adalah daya seks sang pangeran yang amat dahsyat.
Kini, ratusan tahun setelah Diponegoro meninggal, apakah prasangka itu masih menjadi sedimen yang menebal?
Sumber: http://sosbud.kompasiana.com
Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Eropa
,
Perang Saudara
8 Mei 1945: Perang Berakhir
17 Juli - 2 Agustus 1945: Keputusan Nasib Jerman
22 April 1946: Peleburan Partai Berhaluan Kiri Menjadi SED
20 Juni 1948: Meningkatnya Taraf Hidup
24 Juni 1948: Blokade Soviet terhadap Berlin Barat
23 Mei 1949: Negara Jerman Berdiri
15 September 1949: Konrad Adenauer, Kanselir Pertama
7 Oktober 1949: Jerman Pecah
17 Juli - 2 Agustus 1945: Keputusan Nasib Jerman
22 April 1946: Peleburan Partai Berhaluan Kiri Menjadi SED
20 Juni 1948: Meningkatnya Taraf Hidup
24 Juni 1948: Blokade Soviet terhadap Berlin Barat
23 Mei 1949: Negara Jerman Berdiri
15 September 1949: Konrad Adenauer, Kanselir Pertama
7 Oktober 1949: Jerman Pecah
Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang Saudara
10 Oktober 1981: Demonstrasi Menuntut Perdamaian Dunia
11 Maret 1985: Gorbachev Naik ke Tampuk Pimpinan
12 Juni 1987: Pidato Reagen di Berlin
8 Maret 1989: Korban Terakhir Tembok Berlin
2 Mei 1989: Tirai Besi Runtuh
7 Mei 1989: Pemilu Layaknya Sandiwara
4 September 1989: Awal “Demonstrasi Senin”
30 September 1989: Serbuan Warga Yang Tak Puas
7 Oktober 1989: 40 Tahun Jerman Timur– Peringatan Sang Tamu
18 Oktober 1989: Krenz Gantikan Honecker
Sumber: http://www.dw-world.de
11 Maret 1985: Gorbachev Naik ke Tampuk Pimpinan
12 Juni 1987: Pidato Reagen di Berlin
8 Maret 1989: Korban Terakhir Tembok Berlin
2 Mei 1989: Tirai Besi Runtuh
7 Mei 1989: Pemilu Layaknya Sandiwara
4 September 1989: Awal “Demonstrasi Senin”
30 September 1989: Serbuan Warga Yang Tak Puas
7 Oktober 1989: 40 Tahun Jerman Timur– Peringatan Sang Tamu
18 Oktober 1989: Krenz Gantikan Honecker
Sumber: http://www.dw-world.de
Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Asia
Georges Jean Raymond Pompidou (5 Juli 1911 – 2 April 1974) adalah Presiden Perancis dengan masa jabatan 1969 – 1974, menggantikan Presiden Perancis sebelumnya, Charles de Gaulle.
Sumber: http://iwandahnial.wordpress.com
Ir. Sukarno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan wafat 21 Juni 1970 (usia 69 tahun) di Jakarta. Dimakamkan di kota Blitar. Ir. Sukarno yang dipanggil dengan nama akrab “Bung Karno” adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode tahun 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Presiden Sukarno sedang bersalaman dengan Sekjen PBB, Dag Hammarskjold (Foto : 24 Mei 1956).
Dag Hammarskjold, diplomat Swedia, menjabat sebagai SekJen PBB yang kedua. Ia menjabat dari April 1953 sampai kematiannya akibat kecelakaan pesawat pada September 1961.
Presiden Sukarno sedang berbicara dengan Mao Tse Tung (Mao Zedong) (Foto: 24 Nopember 1956).
Mao Zedong (26 Desember 1893 – 9 September 1976) adalah pendiri negara Republik Rakyat Cina pada tahun 1949 dan memimpin negara itu sejak tahun 1949 sampai kematiannya pada tahun 1976. Mao juga sebagai pemimpin Partai Komunis Cina yang memenangkan perang saudara pada tahun 1949 melawan kaum nasionalis Cina, Kuomintang, yang dipimpin oleh Chiang Kai Shek. Kaum nasionalis akhirnya melarikan diri ke Taiwán dan mendirikan negara sendiri.
Presiden Sukarno baru tiba di bandara Washington DC, AS, pada siang hari. Didampingi oleh wakil presiden AS, Richard Nixon, Bung Karno disambut penuh oleh pasukan AS dengan 21 kali tembakan kehormatan. Bung Karno tiba di Washington dalam rangka kunjungan selama 18 hari di AS atas undangan Presiden AS, David Dwight Eisenhower (Foto: 16 Mei 1956).
Richard Milhous Nixon (9 Januari 1913 – 22 April 1994) adalah Wakil Presiden Amerika Serikat ke 36 (1953 – 1961) dan Presiden Amerika Serikat ke 37 (1969 -1974). Ia merupakan presiden Amerika Serikat pertama yang mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran datang sebagai tanggapan atas ruwetnya skandal yang disebut “Skandal Watergate”. Ia mengumumkan berakhirnya Perang Vietnam yang telah menelan korban ribuan tentara AS (tewas 58.209, terluka 153.303) dan ratusan ribu korban tentara Vietnam Utara (tewas 230.000, terluka 300.000). Pengumuman itu secara tak langsung menjadi pengakuan Amerika bahwa mereka kalah perang di kancah Asia Tenggara.
Presiden Sukarno bersama presiden AS, David Dwight Eisenhower, di Washington DC. (Foto: 16 Mei 1956).
Eisenhower (14 Oktober 1890 – 28 Maret 1969) atau dikenal dengan nama panggilan “Ike” berasal dari tentara dan politikus Amerika. Ia menjabat Presiden Amerika Serikat ke 34 (1953 – 1961). Pada Perang Dunia II, ia adalah Panglima Tertinggi di Eropa dengan pangkat Jenderal Angkatan Darat.
Presiden Sukarno sedang berunding dengan Presiden AS, Eisenhower, pada tahun 1960 di Washington DC. (Foto: 6 Oktober 1960).
Bung Karno saat itu adalah salah satu dari 5 pemimpin negara netral (non blok) yang mensponsori resolusi PBB agar diadakan pertemuan antara Presiden Eisenhower (Presiden AS) dan Nikita Khruschev (Perdana Menteri “Uni Soviet” / Rusia) yang sedang mengalami ketegangan.
Presiden Sukarno tiba di bandara Karachi, Pakistan. Didampingi oleh Presiden Pakistan, Iskander Ali Mirza, Bung Karno tampak sedang memberi hormat, diapit oleh bendera Indonesia dan bendera Pakistan (Foto: 25 Januari 1958).
Iskander Ali Mirza (1899 – 1969), berpangkat Mayor Jenderal, adalah Presiden pertama negara Republik Islam Pakistan (23 Maret 1956 – 27 Oktober 1958).
Presiden Sukarno sedang disambut oleh Perdana Menteri Jepang, Kishi Nobusuke, di Tokyo, Jepang (Foto: 1958).
Kishi Nobusuke (1896 – 1987) adalah politisi Jepang yang menjadi Perdana Menteri Jepang ke 56 dan ke 57 (25 Pebruari 1957 – 12 Juni 1958, dipilih lagi sampai 19 Juli 1960).
Presiden Sukarno menjadi tamu kehormatan Kaisar Jepang, Hirohito, dan pangeran Akihito. Bung Karno dijamu makan siang di istana kekaisaran Jepang di Tokyo (Foto: 3 Pebruari 1958).
Hirohito (29 April 1901 – 7 Januari 1989) adalah kaisar Jepang yang ke 124. Dalam sejarah Jepang dia adalah Kaisar terlama yang memerintah (1926 – 1989) dan merupakan salah satu tokoh penting pada masa Perang Dunia II serta membangun Jepang kembali dari kehancuran akibat perang.
Akihito (lahir 23 Desember 1933) adalah kaisar Jepang yang ke 125 yang memerintah sejak tahun 1989, menggantikan ayahnya, kaisar Hirohito, yang meninggal dunia. Akihito adalah anak kelima dan putera pertama (7 bersaudara) dari Kaisar Hirohito.
Presiden Sukarno sedang bercakap-cakap dengan Presiden Kuba, Osvaldo Dorticos Torrado (kiri), dan Perdana Menteri Kuba, Fidel Castro (kanan) di Havana, Kuba (Foto: 9 Mei 1960).
Osvaldo Dorticos (17 April 1919 – 23 Juni 1983) adalah politikus Kuba yang menjadi presiden pada periode 17 Juli 1959 – 2 Desember 1976. Sesudah itu, Fidel Castro menggantikannya sebagai presiden.
Fidel Castro (Fidel Alejandro Castro Ruz), lahir 13 Agustus 1926, adalah Presiden Kuba sejak 1976 hingga 2008. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Perdana Menteri atas penunjukkan pada Pebruari 1959. Karena mengalami sakit parah pada ususnya, maka pada tanggal 31 Juli 2006 ia menyerahkan tampuk pemerintahannya untuk sementara kepada Wakil Presiden pertama, Raul Castro, adik kandungnya. Lima hari sebelum mandatnya berakhir, tanggal 19 Pebruari 2008, Castro menyatakan tidak akan mencalonkan diri maupun menerima lagi masa bakti baru sebagai presiden maupun sebagai komandan Angkatan Bersenjata Kuba. Tanggal 24 Pebruari 2008, Majelis Nasional Kuba mengangkat secara resmi Raul Castro sebagai Presiden Kuba.
-
Presiden Sukarno berdiri berdampingan dengan 4 pemimpin negara Non Blok setelah mereka selesai mengadakan pertemuan. Dari kiri kekanan : Pandit Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India), Kwame Nkrumah (Presiden Ghana), Gamal Abdul Nasser (Presiden Mesir), Bung Karno, dan Tito (Presiden Yugoslavia). Kelima pemimpin negara non blok ini mengadakan pertemuan yang menghasilkan seruan kepada Presiden AS, Eisenhower (Presiden AS) dan Perdana Menteri “Uni Soviet”/Rusia, Nikita Khruschev, agar mereka melakukan perundingan diplomasi kembali (Foto: 29 September 1960).
Jawaharlal Nehru (14 Nopember 1889 – 27 Mei 1964) yang juga dipanggil Pandit (Guru) Nehru, adalah pemimpin sayap sosialis Kongres Nasional India saat perjuangan kemerdekaan India dari Kerajaan Britania (Inggris) dan pada masa setelahnya. Dia menjadi Perdana Menteri India yang pertama saat kemerdekaan India pada tanggal 15 Agustus 1947, dan terus menjabat hingga kematiannya tahun 1964. Ia bekerja keras untuk memperbaiki India dan juga perdamaian dunia. Ia mendukung pembentukan PBB. Seorang sosialis yang keras. Nehru dianggap sebagai salah satu pemimpin dunia yang terkemuka.
Kwame Nkrumah (21 September 1909 – 27 April 1972) adalah seorang pejuang kemerdekaan, tokoh Pan-Africanist menjelang abad ke 20. Ia pendiri negara Ghaha dan menjadi presiden Republik Ghana yang pertama (1 Juli 1960 – 24 Pebruari 1966).
Gamal Abdul Nasser (15 Januari 1918 – 8 September 1970) adalah presiden kedua Mesir. Dia merupakan salah seorang negarawan Arab yang paling terkemuka dalam sejarah. Pada tahun 1952 Abdul Naser memimpin Angkatan Bersenjata Mesir dalam kudeta yang menggulingkan Raja Farouk I. Pada awal 1954, Nasser menangkap dan menahan presiden pertama Mesir, jenderal Muhammad Naguib, dan pada tanggal 25 Pebruari 1954 Nasser menjadi Presiden Mesir yang kedua. Pada masa pemerintahannya, Nasser membangkitkan Nasionalis Arab dan Pan Arabism, berhasil menasionalisasi terusan Suez yang ditentang oleh Perancis, Inggris dan Israel. Membangun bendungan Aswan dengan bantuan pemerintah Uni Soviet. Setelah kalah dalam Perang Enam Hari dengan Israel pada tahun 1967, Nasser ingin menarik diri dari dunia politik, namun rakyat Mesir menolaknya. Nasser sekali lagi memimpin Mesir dalam Peperangan 1969-1970 (War of Atrion). Nasser meninggal akibat penyakit jantung 2 minggu setelah peperangan usai pada 28 September 1970. Nasser digantikan oleh wakil presiden Anwar Sadat sebagai Presiden Mesir ke 3.
-
Josip Broz Tito (25 Mei 1892 – 4 Mei 1980) adalah pemimpin Yugoslavia hingga berakhirnya Perang Dunia II. Pada tanggal 14 Januari 1953 Tito dipilih oleh parlemen sebagai Presiden Yugoslavia dan menjabat sebagai presiden sampai tahun 1974 dan setelah itu ia diangkat menjadi Presiden Seumur Hidup hingga masa kematiannya pada tahun 1980. Tito menjadi salah satu penggerak negara-negara non Blok bersama Bung Karno dan presiden lainnya sebagai reaksi atas perang dingin antara blok Timur melawan blok Barat.
Presiden Sukarno dan Presiden Mesir Nasser mengangkat gelas dan menyentuhkan gelas ke gelas (toast) Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, tuan rumah pada resepsi yang diadakan di “India House”, New York. Gelas mereka berisi “fruit punch” (Foto: 29 September 1960).
Presiden Sukarno berdiri bersama Perdana Menteri Uni Soviet (Rusia), Nikita Khrushchev disampingnya. Bung Karno sedang memberi keterangan pers setelah selesai pertemuannya selama 40 menit dengan Khruschvev (Foto: 6 Oktober 1960)
Nikita Sergeyevich Khrushchev (17 April 1894 – 11 September 1971) adalah seorang politikus Uni Soviet yang menjadi sekjen Partai Komunis Uni Soviet 1953 – 1964 dan menjadi Perdana Menteri Uni Soviet 1958 – 1964. Pada tahun 1964 ia dilengserkan oleh Partai Komunis dan digantikan oleh Leonid Brezhnev. Kebijakan-kebijakannya yang penting: 1955 mendirikan Pakta Warsawa, sebagai tandingan NATO, 1956 militer Uni Soviet mengintervensi Hungaria, 1956 mendukung Mesir selama Krisis Terusan Suez, memulai program angkasa Soviet yang berhasil mengirim satelit Sputnik dan kosmonot Yuri Gagarin ke luar angkasa, 1961 menyetujui pembangunan Tembok Berlin, 1962 menempatkan rudal-rudal nuklir di Kuba, sehinga memicu Krisis Rudal Kuba yang mengakibatkan memuncaknya ketegangan dengan Amerika.
-
-
Presiden Sukarno dan Presiden AS, Kennedy, duduk bersama di dalam mobil terbuka, sedang melewati pasukan kehormatan di pangkalan Angkatan Udara AS, MD. Bung Karno datang ke AS dalam rangka pembicaraan masalah insiden Kuba (Foto: 24 April 1961).
John Fitzgerald Kennedy (29 Mei 1917 – 22 Nopember 1963), sering disebut John F. Kennedy, John Kennedy, Jack Kennedy, atau JFK adalah Presiden Amerika Serikat yang ke 35, menggantikan Presiden Dwight D. Eisenhower. Dilantik menjadi Presiden pada tanggal 20 Januari 1961 pada usia 44 tahun. Ia menjadi Presiden AS termuda kedua setelah presiden AS, Thodore Rooservelt. Jabatan kepresidenannya terhenti setelah terjadi pembunuhan terhadap dirinya pada tahun 1963. Ia tewas oleh terjangan peluru saat melakukan kunjungan ke Dallas, Texas, dengan mobil terbuka, pada tanggal 22 Nopember 1963 (usia 46). Jabatan presiden kemudian diigantikan oleh Wakil Presiden, Lyndon B. Johnson.
-
Presiden Sukarno bersama Presiden AS, John F. Kennedy, dan Wakil Presiden AS, Lyndon B. Johnson (Foto: 25 April 1961).
Lyndon B. Johnson (27 Agustus 1908 – 22 Januari 1973) yang dijuluki LBJ adalah Presiden Amerika Serikat yang ke 36 (1963 – 1969). Sebelumnya adalah Wakil Presiden yang mendampingi Presiden Kennedy. Pada tahun 1963 ia menggantikan Kennedy yang tewas terbunuh. Karena menggantikan Presiden Kennedy, pada masa jabatan pertama ia tidak didampingi wakil presiden. Lalu setelah terpilih sebagai presiden tahun 1964, dalam menjalankan masa jabatan kedua ini ia didampingi oleh Wakil Presiden Hubert H. Humphrey.
-
Presiden Sukarno bersama Perdana Menteri Republik Rakyat Cina, Chou En-Lai, berada duduk di kapal menyusuri Sungai Nil di Kairo. Chou En Lai sedang mengamati sesuatu dan Bung Karno mencek jam di arloji. Kedua pemimpin ini sedang berada di Mesir, menunggu pembukaan Konprensi Asia Afrika yang akan diadakan di Aljazair (Foto: 7 Mei 1965)
Chou En-Lai (Zhou Enlai) – (5 Maret 1898 – 8 Januari 1976), adalah seorang negarawan penting di Republik Rakyat Cina dan menjabat sebagai Perdana Menteri Cina dari sejak kemerdekaan itu tahun 1949 sampai dengan meninggalnya tahun 1976.
Presiden Sukarno bersama Perdana Menteri Perancis, Pompidou (Foto: 1965).
Sumber: http://iwandahnial.wordpress.com
Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Asia
Huey pertama yang beroperasi di Vietnam adalah HU-1 Medevac yang tiba pada April 1962, sebelum USA secara resmi terlibat di dalam konflik peperangan. Hueys ini mendukung pasukan vietnam selatan, tetapi Pilot / crew Amerikalah yang menerbangkannya. Di Bulan Oktober, Hueys pertama yang dilengkapi senjata, dilengkapi dengan 2.75 inch Rocket & .30 caliber senapan mesin, mulai terbang di Vietnam.
Peran utama dari Hueys “Gunship” ini adalah untuk mengawal pasukan & helicopter transport marinir. Diakhir tahun 1964, AD Amerika menerbangkan lebih dari 300 ‘A & B Hueys model. Selama beberapa dekade kedepan, Huey telah ditingkatkan dan dimodifikasi kemampuannya berdasarkan pelajaran-pelajaran yang diperoleh dari pertempuran, Bell memperkenalkan jenis-jenis UH-1D dan UH-1H.
Di Vietnam inilah Prajurit AD dan marinir AS pertama kali diuji coba dengan taktik baru yaitu peperangan udara. Pada misi khusus serangan udara, helikopter-helikopter Huey dapat memasukan pasukan infantri jauh kedalam wilayah musuh, sementara itu Hueys “Gunship” dilengkapi dengan senjata mesin, roket-roket dan peluncur-peluncur granat, sering juga menjadi pengawal bagi angkutan-angkutan lain. Dalam Hitungan menit, Helicopter dapat menerjunkan semua batalyon kedalam jantung pertahanan musuh – ini adalah Mobilitas udara.
Huey menjadi symbol bagi pasukan tempur U.S di Vietnam dan jutaan orang di dunia menyaksikannya di laporan berita-berita Televisi. Puncaknya pada Maret 1970, Militer U.S telah mengoperasikan lebih dari 3900 helikopter di perang Vietnam dan 2/3 adalah Huey.
Huey sangat berpengaruh besar, tidak hanya dalam taktik dan strategi operasi udara, tetapi juga dalam tingkat jumlah korban perang. Pasien tentara AS mencapai 390.000 dari total jumlah pasien ini diangkut menggunakan MEDEVAC Helicopter di Asia tenggara. Hampir 1/3 (120.000) jumlah dari total dalah korban perang. Hueys ini 90% mengangkut korban langsung menuju pusat kesehatan.
Dari permulaan hingga beberapa dekade kedepan Camp Holloway menjadi Pusat operasi & Markas dari banyak Aviasi tentara, Perbaikan, Keamanan dan unit pendukung yang mana terlibat dalam beberapa dari Perang Vietnam yang mengerikan.
Technical data is for UH-1C.
Nation of Origin: USA
Manufacturer: Bell Helicopter Co.
Type: Utility Helicopter
Year: 1960
Engine: Textron Lycoming T-53-L-11 Turboshaft, 1100 shp
Rotor Diameter: 44 ft
Fuselage Length: 45 ft 10 in
Overall Length: 57 ft 3 in
Height: 14 ft
Empty Weight: 5,549 lb
Max Takeoff Weight: 10,500 lb
Max Speed: 129 kts
Ceiling: 11,500 ft in horizontal flight, 10,500 in hover
Range: 332 nautical miles
Crew: 2 pilots
Load/Armament: 7 fully equipped troops or 3,000 lb (typically 1 or 2 M60 7.62mm machine guns carried for defence)
* UH-1B and UH-1C gunships were fitted with a series of improved armament systems:
• The "XM-3" replaced the 8-round rocket packs and quad machine guns of the M-6E3 with 24-round rocket packs and no guns.
• The "XM-16" was similar to the original M-6E3, but used cylindrical XM-158 7-round rocket pods along with the quad machine guns.
• The "M-5" fitted the gunship with a nose turret mounting an M-75 40 millimeter automatic grenade launcher, with a rate of fire of about 220 rounds per minute.
• The "M-21" was a replacement for the XM-16. It retained the XM-158 7-round rocket pods, but each set of two M-60 machine guns on each side of the rotorcraft was replaced by a single GE M-134 Gatling-type six-barreled 7.62 millimeter "MiniGun" with a rate of fire of 2,000 rounds per minute.
Sumber: http://aryadhieva.multiply.com/
Peran utama dari Hueys “Gunship” ini adalah untuk mengawal pasukan & helicopter transport marinir. Diakhir tahun 1964, AD Amerika menerbangkan lebih dari 300 ‘A & B Hueys model. Selama beberapa dekade kedepan, Huey telah ditingkatkan dan dimodifikasi kemampuannya berdasarkan pelajaran-pelajaran yang diperoleh dari pertempuran, Bell memperkenalkan jenis-jenis UH-1D dan UH-1H.
Di Vietnam inilah Prajurit AD dan marinir AS pertama kali diuji coba dengan taktik baru yaitu peperangan udara. Pada misi khusus serangan udara, helikopter-helikopter Huey dapat memasukan pasukan infantri jauh kedalam wilayah musuh, sementara itu Hueys “Gunship” dilengkapi dengan senjata mesin, roket-roket dan peluncur-peluncur granat, sering juga menjadi pengawal bagi angkutan-angkutan lain. Dalam Hitungan menit, Helicopter dapat menerjunkan semua batalyon kedalam jantung pertahanan musuh – ini adalah Mobilitas udara.
Huey menjadi symbol bagi pasukan tempur U.S di Vietnam dan jutaan orang di dunia menyaksikannya di laporan berita-berita Televisi. Puncaknya pada Maret 1970, Militer U.S telah mengoperasikan lebih dari 3900 helikopter di perang Vietnam dan 2/3 adalah Huey.
Huey sangat berpengaruh besar, tidak hanya dalam taktik dan strategi operasi udara, tetapi juga dalam tingkat jumlah korban perang. Pasien tentara AS mencapai 390.000 dari total jumlah pasien ini diangkut menggunakan MEDEVAC Helicopter di Asia tenggara. Hampir 1/3 (120.000) jumlah dari total dalah korban perang. Hueys ini 90% mengangkut korban langsung menuju pusat kesehatan.
Dari permulaan hingga beberapa dekade kedepan Camp Holloway menjadi Pusat operasi & Markas dari banyak Aviasi tentara, Perbaikan, Keamanan dan unit pendukung yang mana terlibat dalam beberapa dari Perang Vietnam yang mengerikan.
Bell 204 - Penerbad TNI-AD
Technical data is for UH-1C.
Nation of Origin: USA
Manufacturer: Bell Helicopter Co.
Type: Utility Helicopter
Year: 1960
Engine: Textron Lycoming T-53-L-11 Turboshaft, 1100 shp
Rotor Diameter: 44 ft
Fuselage Length: 45 ft 10 in
Overall Length: 57 ft 3 in
Height: 14 ft
Empty Weight: 5,549 lb
Max Takeoff Weight: 10,500 lb
Max Speed: 129 kts
Ceiling: 11,500 ft in horizontal flight, 10,500 in hover
Range: 332 nautical miles
Crew: 2 pilots
Load/Armament: 7 fully equipped troops or 3,000 lb (typically 1 or 2 M60 7.62mm machine guns carried for defence)
* UH-1B and UH-1C gunships were fitted with a series of improved armament systems:
• The "XM-3" replaced the 8-round rocket packs and quad machine guns of the M-6E3 with 24-round rocket packs and no guns.
• The "XM-16" was similar to the original M-6E3, but used cylindrical XM-158 7-round rocket pods along with the quad machine guns.
• The "M-5" fitted the gunship with a nose turret mounting an M-75 40 millimeter automatic grenade launcher, with a rate of fire of about 220 rounds per minute.
• The "M-21" was a replacement for the XM-16. It retained the XM-158 7-round rocket pods, but each set of two M-60 machine guns on each side of the rotorcraft was replaced by a single GE M-134 Gatling-type six-barreled 7.62 millimeter "MiniGun" with a rate of fire of 2,000 rounds per minute.
Sumber: http://aryadhieva.multiply.com/
Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Asia
Puluhan Ribuan Tentara Tiongkok Gugur Dalam Medan Tempur - Tanah Sengketa Di Lao Shan & Fa Qia Shan Kini Milik Vietnam. 17 Februari yang lalu adalah genap 31 tahun pecahnya perang Tiongkok-Vietnam, tetapi kedua belah fihak melalui hari tersebut dalam sebuah ketenangan yang tidak lumrah, media resmi berupaya menghindari penyebutan peristiwa yang terjadi pada 1979 itu.
Akan tetapi, mengilas balik sepotong sejarah ini bisa ditemukan, perang yang oleh Bei Jing di propagandakan sebagai “Perang balasan beladiri melawan Vietnam” dan membonceng perang ini memprovokasi gelora patriotisme, pada kenyataannya adalah dedengkot politisi PKC (Partai Komunis China) menganggap nyawa para pemuda Tiongkok sebagai umpan mesiu, ke dalam mewujudkan ambisi politik dan terhadap luar sebuah uji coba memikat kekuasaan barat.
17 Februari - 16 Maret adalah hari ulang tahun ke-31 perang Tiongkok-Vietnam, media resmi PKC sebisa mungkin menghindari pemberitaan perang. Pada foto nampak suasana medan tempur di Lang Son pada 23 februari 1979. (AFP)
Perang Tiongkok-Vietnam dengan pengumuman pihak RRT pada 7 Maret 1979 menarik pasukan dan pada 16 Maret mundur balik ke perbatasan, kedua belah pihak meng-klaim telah memperoleh kemenangan, tetapi masing-masing dengan korban luka dan tewas dalam jumlah besar.
Sesuai data tidak resmi, perang tersebut telah menelan korban tewas 26.000 dan luka-luka 37.000 di pihak RRT, sedangkan pihak Vietnam 30.000 orang tewas dan 32.000 terluka, rakyat yang tewas dan terluka berjumlah 100.000 orang lebih.
Ternyata 20 tahun setelah 1979, Lao Shan 老山 – propinsi Yun Nan dan Fa Qia Shan 法卡山 – propinsi Guang Xi, dimasukkan sebagai teritorial Vietnam dan secara resmi ditanda-tangani oleh mantan sekjen PKC Jiang Zemin (baca: Ciang Tsemin). Semenjak saat itu tulang belulang tentara Tiongkok yang gugur di tempat tersebut untuk selamanya terkubur di negeri orang.
300.000 Pasukan Melancarkan Serangan Meriam Ala Karpet
Sesuai catatan, pada pagi hari tanggal 17 February 1979, sebanyak 300.000 personil pasukan PKC yang terpusat di propinsi Yun Nan dan Guang Xi mulai melancarkan serangan meriam ala karpet terhadap wilayah Vietnam yang berbatasan dengan Tiongkok. Kota-kota penting Vietnam yang mengalami serangan mematikan itu termasuk Lao Cai, Mong Cai, Lang Son, Mạnh Khang dan Kao Bang. Tak lama setelah serangan meriam, sekitar 60.000 pasukan PKC pada 26 lubang gap melintasi perbatasan menyerbu masuk ke Vietnam, medan tempur seluruhnya sepanjang 1.200 km, dengan membentuk formasi kipas menusuk sejauh 20 km ke dalam wilayah Vietnam, tidak sampai 2 hari telah menduduki 11 buah kota perbatasan Vietnam.
Media luar negeri mengungkap, waktu itu sebagian besar komandan medan tempur PKC memerintahkan para prajurit untuk menembak mati siapa saja yang mendekat tak peduli itu tua, lemah, perempuan dan bayi semuanya dianggap musuh.
Perempuan berusia 72 tahun bermarga Huang hingga kini masih ingat dengan baik pada pagi buta 17 Februari 1979 itu, seluruh keluarganya yang tinggal di Kao Bang, terbangun kebingungan, sejumlah besar pasukan PKC sesudah pemboman dengan meriam yang sengit bersamaan dari beberapa lokasi menuju bagian utara Vietnam melancarkan ofensif.
Menurut penuturannya, ada orang mengatakan mereka harus lari ke selatan. Ia dikejutkan oleh suara tembakan meriam disekelilingnya, tak tahu bagaimana, akhirnya ia berhasil lari ke wilayah aman. 18 hari kemudian, dari pasukan Tiongkok yang mundur dari wilayah sama sesuai berita telah membacok mati 43 orang Vietnam, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Kerugian Berat Tewas Dan Terluka
Akan tetapi di saat Dong Dang - Vietnam dikepung rapat oleh tank dan meriam roket pasukan PKC, pihak PKC tiba-tiba menghentikan penyerangan, yang membuat dunia luar merasa bingung. Kemudian baru diketahui pihak Tiongkok mengalami kesulitan yang ditimbulkannya sendiri, termasuk terlalu cepat merangsek maju sehingga antara pasukan depan dan belakang kehilangan kontak, serta dukungan meriam darat telah mencapai puncaknya. Perlawanan sengit tentara Vietnam juga di luar dugaan. Vietnam yang baru saja usai berperang melawan AS menguasai strategi dan taktik militer di luar kepala dan berhasil membuat kerugian besar tewas dan terluka pada pasukan PKC.
Namun tentara Vietnam kala itu tak sempat meladeni wilayah utaranya, sekitar 200.000 pasukan elitnya terlibat pertempuran di Kamboja, itu adalah 1/3 dari kekuatan total pasukan Vietnam. Di utara (perbatasan Tiongkok) hanya ada pasukan lokal dan para militer yang direkrut on the spot sekitar 100.000 orang.
Selain itu, terdapat 5 buah divisi formal dengan formasi kipas memprotek Hanoi. Pasukan Vietnam menggunakan taktik perang mundur untuk maju, ketika pasukan PKC mundur pasukan Vietnam melakukan serangan balasan. Sedangkan pasukan PKC karena sistem kepangkatan yang tak bisa dibedakan, membuat struktur pengomandoannya mengalami kekalutan, ini salah satu faktor pula yang membuat jumlah korban bertambah banyak.
Waktu itu pihak Beijing menyatakan, pasukan perbatasan propinsi Yun Nan dan Guang Xi telah memusnahkan para militer Vietnam dari pangkalan dua wilayah Kao Bang Lao Cai, tetapi kerugian pasukan PKC sangat berat. 17 dan 18 Februari selama 2 hari saja serdadu yang tewas mencapai 4.000 orang lebih.
Di dalam pertempuran ketika pihak PKC menguasai Lang Son dan meng-klaim telah menghabisi pasukan Vietnam di wilayah Sha Ba, pasukan elit penyerang inti kesatuan 41 dan 42 yang bertanggung jawab di garis pertempuran Lang Son dan Kao Bang bertempur frontal dengan pasukan pertahanan ibu kota Vietnam divisi ke-308, seluruhnya nyaris musnah. Pengunduran diri sambil penghancuran secara sepihak dari PKC, realitanya adalah perampasan sejumlah besar material tambang rakyat dan penghancuran total fasilitas industri pertambangan Vietnam.
Pertanyaan Besar - Tiba-Tiba Menarik Pasukan
Pernyataan penarikan pasukan oleh pihak PKC juga membuat dunia luar diliputi sejumlah pertanyaan, karena gelagat dan jumlah pasukan yang waktu itu diterjunkan ditengarai ada tendensi merebut Hanoi. Ada penganalisa beranggapan, berhubung pasukan AS tidak bakal terseret dalam perang, sedangkan kerugian di pihak RRT sudah melebihi target, ditambah lagi di laut Tiongkok Selatan ada kapal penjelajah dan kapal penghalau ex-Uni Soviet serta 11 buah berbagai tipe kapal perang menjaga garis pantai Vietnam, Moscowpun telah menggerakkan aksi bantuan militer per udara dan mengirimkan kelompok penasehat militer ke Hanoi, tak heran Beijing pada waktu itu “Melihat, cukup sudah saatnya untuk pergi”.
Armada AS Berkumpul Di Teluk Utara – ex-Uni Soviet Tidak Mengirim Pasukan
Uni Soviet waktu itu tidak segera dan sesuai perjanjian mengirim pasukan untuk membendung PKC, barangkali berhubungan dengan sikap AS. Beberapa jam sesudah PKC melancarkan serangan, sebuah armada raksasa dengan cepat berkumpul di teluk Utara, memberi kesan kepada dinas rahasia Uni Soviet tentang gejala palsu RRT dan AS bersekutu dalam perang.
Disamping itu, terdapat info yang belum dibuktikan kebenarannya, diprediksi AS pernah melalui teknologi satelit menyediakan informasi bagi PKC tentang pergerakan pasukan Soviet. Bersamaan itu pihak RRT juga telah mengatur cermat, seluruh media menghentikan serangan kepada Uni Soviet, telah membuyarkan 300.000 penduduk dan mengonsentrasikan pasukan yang hingga kini belum jelas jumlahnya untuk menghadang serangan gelombang pertama pasukan perbatasan Uni Soviet yang berjumlah jutaan orang, juga meminta pejabat perbatasan agar mengendalikan diri dan tidak mencari perkara apapun dengan pihak Uni Soviet.
Namun setiap negara dalam “Gerakan komunisme internasional” yang dipelopori ex-Uni Soviet nyaris tak ada yang tanpa kecuali ramai-ramai dan secara chor mengecam PKC. Seluruh negara Eropa Timur, kecuali Yugoslavia, bahkan termasuk diantaranya sekutu satu-satunya di Eropa yakni Albania mengecam secara terbuka kepada PKC dan berdiri di pihak Vietnam.
Disamping itu, pada hari PKC melancarkan serangan, deplu AS juga mengeluarkan pernyataan menuntut PKC segera menghentikan tindakan militer, tetapi bersamaan dengan itu mengecam Vietnam menginvasi Kamboja. Juga AS menyerukan segera mengadakan council meetings untuk merundingkan permasalahan penarikan pasukan dari kedua belah pihak.
Komite HAM – PBB mengecam PKC menginvasi Vietnam, sebagian negara besar Asia seperti Jepang, India, Mongolia dan lain-lain negara juga menuntut PKC menarik pasukannya, kala itu yang terang-terangan mendukung PKC hanya Korea Utara, Komboja di bawah Khmer Merah dan Singapore.
5 Negara Komunis Saling Bergumul
5 negara Komunis, RRT, Uni Soviet, Vienam, Kamboja dan Laos saling bergumul, membuat para pengatur strategi utama AS tak habis pikir. PKC melalui perang ini telah mendobrak mitos mengakar orang-orang AS bahwa komunis internasional berkomplot memusuhi AS. Sedangkan RRT juga memperoleh pengakuan AS diperbolehkan memasuki model ekonomi barat, memulai “perembesan” lainnya. Tetapi perang ini membuat hubungan RRT-Vietnam mengalami hantaman sangat berat. Seorang wakil menteri luar negeri Vietnam di dalam memoarnya mengatakan PM Vo Van Kiet almarhum pada 1991 sewaktu RRT-Vietnam memulihkan hubungan kedua negara tersebut menunjukkan, PKC “selamanya adalah sebuah perangkap” .
Jiang Zemin Mengijinkan Lao Shan Dan Fa Qia Shan Dikembalikan Ke Vietnam
Di dalam perang yang berlangsung 10 hari lebih dari 17 Februari 1979 - 5 Maret, korban pasukan RRT sebanyak 20.000 - 30.000 orang. 20 tahun kemudian yakni pada 30 Desember 1999, di dalam “Perjanjian perbatasan daratan antara RRT-Vietnam” yang disetujui oleh Jiang Zemin, Lao Shan-Yun Nan dan Fa Qia Shan-Guang Xi yang dipertahankan dengan darah ratusan serdadu RRT dikembalikan kepada Vietnam.
Kala itu PKC demi memprovokasi semangat juang tentaranya untuk rela mati, Deng Xiaoping pernah menulis sendiri sajak: “Fa Qia Shan, gunung heroik”. Padahal kini tulang belulang para tentara yang gugur di bawah lereng Ma Li dan Fa Qia Shan dalam perang RRT-Vietnam selamanya akan terkubur di negeri orang.
Pencegahan Runtuhnya Khmer Merah
Mengenai sebab-musabab perang RRT-Vietnam, alasan resmi pihak PKC adalah permasalahan teritorial dan perantau Tionghoa. Waktu itu RRT dan Vietnam meski sama-sama termasuk “kubu komunis”, tetapi pada permasalahan teritorial darat, teluk Utara dan kepulauan Spratly (Xi Xa serta Nan Xa) sudah sejak lama terdapat pertikaian.
Ini permasalahan yang tak dapat dihindari juga oleh negara yang bertetangga, mestinya bisa diselesaikan melalui perundingan dan tak perlu menggerakkan perang. Selain itu, karena kedua belah tidak segera merencanakan pengeboran miyak lepas pantai atau perencanaan sumber energi lainnya, sedangkan di daratan luasan tanah yang dipersengketakan juga tidak melebihi 100 km2, maka mengenai alasan “Menyerang balik karena beladiri” sebetulnya tak cukup kuat.
Vietnam yang telah menandatangani perjanjian kerjasama persahabatan dengan ex-Uni Soviet, setelah RRT menjalin hubungan dengan AS merasa telah dikhianati oleh PKC maka berseteru dengan Beijing. Sebelumnya karena Vietcong “Menghapus sistem kepemilikan pribadi” maka sejumlah besar perantau Tionghoa kaya mengalami perampasan, sebelum perang meletus terdapat sekitar 160.000 perantau Tionghoa diusir dari Vietnam, dan PKC dengan embarassing menemukan tidak mampu menanggung pengungsi yang balik ke tanah leluhurnya itu. Namun meski demikian,alasan menggerakkan perang demi melindungi warga etnik Tionghoa masih saja susah diterima. Karena Kamboja yang waktu itu di bawah kekuasaan Khmer Merah saja, dimana sekitar 200.000 Hoakiao (perantau Tionghoa) telah dibantai, tapi Beijing tak berkomentar sama sekali.
Bukan itu saja, PKC berupaya menghantam Vietnam untuk mengurai bahaya pemusnahan Khmer Merah malah dianggap sebagai salah satu faktor utama dalam menggerakkan mesin perangnya. 40 hari sebelum perang RRT-Vietnam meletus, di bawah dukungan ex-Uni Soviet, Vietnam menggulingkan rezim Khmer Merah yang melaksanakan doktrin Mao Zedong (baca: Mao Zetung).
Profesor Zhu Feng dari institute hubungan internasional universitas Beijing beranggapan, itu adalah alasan paling langsung perang antara RRT vs. Vietnam. Ia menyatakan, strategi Beijing terhadap Vietnam waktu itu dalam taraf besar telah mewujudkan strategi Mengepung Wei Menolong Zhao (圍魏救趙 Pada 2.500 tahun yang silam, pada zaman negara saling berperang, mengepung negara Wei demi menyelamatkan negara Zhao), dengan harapan serangan terhadap Vietnam bisa mengurai aktivitas aksi Vietnam terhadap Khmer Merah yang terpaksa beralih ke perang gerilya.
Deng Xiaoping: Vietnam Sekali-Sekali Harus Dihajar
Vietnam pada 25 Desember 1978 melancarkan penyerangan besar-besaran terhadap Kamboja, 2 minggu kemudian menguasai Phnom Penh. PKC sejak awal sudah menyatakan ketidak-senangannya. Yang Mingyi, sekretaris I kedubes Vietnam yang ditempatkan di Beijing RRT semenjak bulan September 1977 mengenang: “Desember 1978, sewaktu Deng Xiaoping mengunjungi sejumlah negara Asia Tenggara pernah mengatakan omongan yang tidak pantas sebagai seorang pimpinan negara beradab. Ia kala itu berkata, Vientam adalah seorang rogue/bangsat, kita perlu sekali-sekali menghajarnya. Saya menontonnya di TV melihat ia mengatakan omongan sangat kasar. Perkataan beracunnya membuat saya selamanya tak bisa melupakannya.”
Waktu itu perang dingin masih berlangsung, terjadi konflik kepentingan yang meluas yang eksis di seluruh dunia antara ex-negara Uni Soviet dengan AS. Sedangkan perselisihan antar Beijing dan Moskow dan strategi export revolusi di masa lalu, sehingga di wilayah Asia Tenggara berada dalam keadaan saling berhadapan. Demi memperebutkan hak kepemimpinan di dunia komunisme dengan ex-Uni Soviet, maka selagi sekutu Vietnam sedang sibuk mempersiapkan diri menghadapi Afghanistan, sedangkan selagi AS telah mulai dengan memperbaiki hubungan dengan Beijing, maka terjadilah perang RRT-Vietnam.
Tahun 1970-an, berbagai negara industri utama barat sesudah perang dunia II menikmati masa kesejahteraan telah mulai mengalami kemunduran, itulah mengapa mereka mengalihkan investasinya ke negara-negara berkembang untuk merealisir alih generasi usaha, mengandalkan tenaga kerja yang murah menurunkan modal perolehan untuk mempertahankan daya saing.
Ini adalah latar belakang sejarah hubungan AS-RRT. Sedangkan melihat sepak terjang Deng Xiaoping yang semenjak bulan Januari mengunjungi AS dan bulan Februari memulai perang, jelas terlihat perang RRT-Vietnam bertujuan memberi pelajaran kepada ex-Uni Soviet sekaligus cari muka ke Washington. Belum lama berselang AS dipecundangi di Vietnam. Sesudah perang RRT-Vietnam, hubungan RRT-AS memasuki masa emas selama 10 tahun, hingga bulan Juni 1989.
Membangkitkan Lagi Emosi Nasionalisme
Selain itu, di dalam negeri RRT, revolusi besar kebudayaan belum lama usai, jajaran pimpinan kolektif baru mulai memerintah. Oleh karena dampak revolusi kebudayaan, rakyat RRT mengalami krisis kepercayaan terhadap lapisan penguasa PKC, maka para politisi PKC beranggapan ada kebutuhan untuk menggerakkan sebuah perang untuk “Menghantam agresor” dan memprovokasi emosi patriotisme warganya.
Sedangkan sesudah perang usai, dari sepak terjang Deng Xiaoping berhasil memperoleh kekuasaan besar dari dalam partai dengan menggusur Hua Guofeng, ketua komisi militer pusat turun panggung, bisa dilihat, di bawah situasi melemahnya daya tempur pasukan militer pasca revolusi kebudayaan, Deng dengan jelas mengetahui dan memutuskan memerangi Vietnam, adalah hendak melalui aksi perang itu menghantam pesaing di dalam partai sembari mengokohkan kekuasaan diri sendiri, dan menganggap para prajurit hanyalah sebagai umpan mesiu saja.
Ada yang berpendapat, perang serangan balik pembelaan diri di perbatasan RRT-Vietnam dalah fokus perwujudan pertentangan antara barat dan timur di wilayah tersebut, karena perang itu sendiri selain kerugian, sama sekali tak bermanfaat.
Namun perang tersebut telah memelopori perang perbatasan di Lao Shan 10 tahun sesudahnya, AL kedua negara RRT dan Vietnam pada awal 1980 terlibat beberapa kali bentrok di laut di seputar kepulauan Spratly (Kepulauan Xisha).
Vietnam lantas meminjamkan lokasi strategis di Cam Ranh Bay kepada Uni Soviet sebagai pangkalan laut dan udara sehingga punggung RRT terancam, sungguh tak dinyana/unexpected oleh RRT. Perang juga berdampak buruk bagi perantau Tionghoa Vietnam yang semakin mengalami diskriminasi dan dipaksa berimigrasi (waktu itu terkenal dengan Boat People). Vietnam hingga kini masih mempertahankan salah satu angkatan darat terbesar di dunia, sebagiannya karena khawatir terhadap PKC. (dajiyuan/Whs)
Sumber: http://Epochtimes.co.id
Akan tetapi, mengilas balik sepotong sejarah ini bisa ditemukan, perang yang oleh Bei Jing di propagandakan sebagai “Perang balasan beladiri melawan Vietnam” dan membonceng perang ini memprovokasi gelora patriotisme, pada kenyataannya adalah dedengkot politisi PKC (Partai Komunis China) menganggap nyawa para pemuda Tiongkok sebagai umpan mesiu, ke dalam mewujudkan ambisi politik dan terhadap luar sebuah uji coba memikat kekuasaan barat.
Perang Tiongkok-Vietnam dengan pengumuman pihak RRT pada 7 Maret 1979 menarik pasukan dan pada 16 Maret mundur balik ke perbatasan, kedua belah pihak meng-klaim telah memperoleh kemenangan, tetapi masing-masing dengan korban luka dan tewas dalam jumlah besar.
Sesuai data tidak resmi, perang tersebut telah menelan korban tewas 26.000 dan luka-luka 37.000 di pihak RRT, sedangkan pihak Vietnam 30.000 orang tewas dan 32.000 terluka, rakyat yang tewas dan terluka berjumlah 100.000 orang lebih.
Ternyata 20 tahun setelah 1979, Lao Shan 老山 – propinsi Yun Nan dan Fa Qia Shan 法卡山 – propinsi Guang Xi, dimasukkan sebagai teritorial Vietnam dan secara resmi ditanda-tangani oleh mantan sekjen PKC Jiang Zemin (baca: Ciang Tsemin). Semenjak saat itu tulang belulang tentara Tiongkok yang gugur di tempat tersebut untuk selamanya terkubur di negeri orang.
300.000 Pasukan Melancarkan Serangan Meriam Ala Karpet
Sesuai catatan, pada pagi hari tanggal 17 February 1979, sebanyak 300.000 personil pasukan PKC yang terpusat di propinsi Yun Nan dan Guang Xi mulai melancarkan serangan meriam ala karpet terhadap wilayah Vietnam yang berbatasan dengan Tiongkok. Kota-kota penting Vietnam yang mengalami serangan mematikan itu termasuk Lao Cai, Mong Cai, Lang Son, Mạnh Khang dan Kao Bang. Tak lama setelah serangan meriam, sekitar 60.000 pasukan PKC pada 26 lubang gap melintasi perbatasan menyerbu masuk ke Vietnam, medan tempur seluruhnya sepanjang 1.200 km, dengan membentuk formasi kipas menusuk sejauh 20 km ke dalam wilayah Vietnam, tidak sampai 2 hari telah menduduki 11 buah kota perbatasan Vietnam.
Media luar negeri mengungkap, waktu itu sebagian besar komandan medan tempur PKC memerintahkan para prajurit untuk menembak mati siapa saja yang mendekat tak peduli itu tua, lemah, perempuan dan bayi semuanya dianggap musuh.
Perempuan berusia 72 tahun bermarga Huang hingga kini masih ingat dengan baik pada pagi buta 17 Februari 1979 itu, seluruh keluarganya yang tinggal di Kao Bang, terbangun kebingungan, sejumlah besar pasukan PKC sesudah pemboman dengan meriam yang sengit bersamaan dari beberapa lokasi menuju bagian utara Vietnam melancarkan ofensif.
Menurut penuturannya, ada orang mengatakan mereka harus lari ke selatan. Ia dikejutkan oleh suara tembakan meriam disekelilingnya, tak tahu bagaimana, akhirnya ia berhasil lari ke wilayah aman. 18 hari kemudian, dari pasukan Tiongkok yang mundur dari wilayah sama sesuai berita telah membacok mati 43 orang Vietnam, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Kerugian Berat Tewas Dan Terluka
Akan tetapi di saat Dong Dang - Vietnam dikepung rapat oleh tank dan meriam roket pasukan PKC, pihak PKC tiba-tiba menghentikan penyerangan, yang membuat dunia luar merasa bingung. Kemudian baru diketahui pihak Tiongkok mengalami kesulitan yang ditimbulkannya sendiri, termasuk terlalu cepat merangsek maju sehingga antara pasukan depan dan belakang kehilangan kontak, serta dukungan meriam darat telah mencapai puncaknya. Perlawanan sengit tentara Vietnam juga di luar dugaan. Vietnam yang baru saja usai berperang melawan AS menguasai strategi dan taktik militer di luar kepala dan berhasil membuat kerugian besar tewas dan terluka pada pasukan PKC.
Namun tentara Vietnam kala itu tak sempat meladeni wilayah utaranya, sekitar 200.000 pasukan elitnya terlibat pertempuran di Kamboja, itu adalah 1/3 dari kekuatan total pasukan Vietnam. Di utara (perbatasan Tiongkok) hanya ada pasukan lokal dan para militer yang direkrut on the spot sekitar 100.000 orang.
Selain itu, terdapat 5 buah divisi formal dengan formasi kipas memprotek Hanoi. Pasukan Vietnam menggunakan taktik perang mundur untuk maju, ketika pasukan PKC mundur pasukan Vietnam melakukan serangan balasan. Sedangkan pasukan PKC karena sistem kepangkatan yang tak bisa dibedakan, membuat struktur pengomandoannya mengalami kekalutan, ini salah satu faktor pula yang membuat jumlah korban bertambah banyak.
Waktu itu pihak Beijing menyatakan, pasukan perbatasan propinsi Yun Nan dan Guang Xi telah memusnahkan para militer Vietnam dari pangkalan dua wilayah Kao Bang Lao Cai, tetapi kerugian pasukan PKC sangat berat. 17 dan 18 Februari selama 2 hari saja serdadu yang tewas mencapai 4.000 orang lebih.
Di dalam pertempuran ketika pihak PKC menguasai Lang Son dan meng-klaim telah menghabisi pasukan Vietnam di wilayah Sha Ba, pasukan elit penyerang inti kesatuan 41 dan 42 yang bertanggung jawab di garis pertempuran Lang Son dan Kao Bang bertempur frontal dengan pasukan pertahanan ibu kota Vietnam divisi ke-308, seluruhnya nyaris musnah. Pengunduran diri sambil penghancuran secara sepihak dari PKC, realitanya adalah perampasan sejumlah besar material tambang rakyat dan penghancuran total fasilitas industri pertambangan Vietnam.
Pertanyaan Besar - Tiba-Tiba Menarik Pasukan
Pernyataan penarikan pasukan oleh pihak PKC juga membuat dunia luar diliputi sejumlah pertanyaan, karena gelagat dan jumlah pasukan yang waktu itu diterjunkan ditengarai ada tendensi merebut Hanoi. Ada penganalisa beranggapan, berhubung pasukan AS tidak bakal terseret dalam perang, sedangkan kerugian di pihak RRT sudah melebihi target, ditambah lagi di laut Tiongkok Selatan ada kapal penjelajah dan kapal penghalau ex-Uni Soviet serta 11 buah berbagai tipe kapal perang menjaga garis pantai Vietnam, Moscowpun telah menggerakkan aksi bantuan militer per udara dan mengirimkan kelompok penasehat militer ke Hanoi, tak heran Beijing pada waktu itu “Melihat, cukup sudah saatnya untuk pergi”.
Armada AS Berkumpul Di Teluk Utara – ex-Uni Soviet Tidak Mengirim Pasukan
Uni Soviet waktu itu tidak segera dan sesuai perjanjian mengirim pasukan untuk membendung PKC, barangkali berhubungan dengan sikap AS. Beberapa jam sesudah PKC melancarkan serangan, sebuah armada raksasa dengan cepat berkumpul di teluk Utara, memberi kesan kepada dinas rahasia Uni Soviet tentang gejala palsu RRT dan AS bersekutu dalam perang.
Disamping itu, terdapat info yang belum dibuktikan kebenarannya, diprediksi AS pernah melalui teknologi satelit menyediakan informasi bagi PKC tentang pergerakan pasukan Soviet. Bersamaan itu pihak RRT juga telah mengatur cermat, seluruh media menghentikan serangan kepada Uni Soviet, telah membuyarkan 300.000 penduduk dan mengonsentrasikan pasukan yang hingga kini belum jelas jumlahnya untuk menghadang serangan gelombang pertama pasukan perbatasan Uni Soviet yang berjumlah jutaan orang, juga meminta pejabat perbatasan agar mengendalikan diri dan tidak mencari perkara apapun dengan pihak Uni Soviet.
Namun setiap negara dalam “Gerakan komunisme internasional” yang dipelopori ex-Uni Soviet nyaris tak ada yang tanpa kecuali ramai-ramai dan secara chor mengecam PKC. Seluruh negara Eropa Timur, kecuali Yugoslavia, bahkan termasuk diantaranya sekutu satu-satunya di Eropa yakni Albania mengecam secara terbuka kepada PKC dan berdiri di pihak Vietnam.
Disamping itu, pada hari PKC melancarkan serangan, deplu AS juga mengeluarkan pernyataan menuntut PKC segera menghentikan tindakan militer, tetapi bersamaan dengan itu mengecam Vietnam menginvasi Kamboja. Juga AS menyerukan segera mengadakan council meetings untuk merundingkan permasalahan penarikan pasukan dari kedua belah pihak.
Komite HAM – PBB mengecam PKC menginvasi Vietnam, sebagian negara besar Asia seperti Jepang, India, Mongolia dan lain-lain negara juga menuntut PKC menarik pasukannya, kala itu yang terang-terangan mendukung PKC hanya Korea Utara, Komboja di bawah Khmer Merah dan Singapore.
5 Negara Komunis Saling Bergumul
5 negara Komunis, RRT, Uni Soviet, Vienam, Kamboja dan Laos saling bergumul, membuat para pengatur strategi utama AS tak habis pikir. PKC melalui perang ini telah mendobrak mitos mengakar orang-orang AS bahwa komunis internasional berkomplot memusuhi AS. Sedangkan RRT juga memperoleh pengakuan AS diperbolehkan memasuki model ekonomi barat, memulai “perembesan” lainnya. Tetapi perang ini membuat hubungan RRT-Vietnam mengalami hantaman sangat berat. Seorang wakil menteri luar negeri Vietnam di dalam memoarnya mengatakan PM Vo Van Kiet almarhum pada 1991 sewaktu RRT-Vietnam memulihkan hubungan kedua negara tersebut menunjukkan, PKC “selamanya adalah sebuah perangkap” .
Jiang Zemin Mengijinkan Lao Shan Dan Fa Qia Shan Dikembalikan Ke Vietnam
Di dalam perang yang berlangsung 10 hari lebih dari 17 Februari 1979 - 5 Maret, korban pasukan RRT sebanyak 20.000 - 30.000 orang. 20 tahun kemudian yakni pada 30 Desember 1999, di dalam “Perjanjian perbatasan daratan antara RRT-Vietnam” yang disetujui oleh Jiang Zemin, Lao Shan-Yun Nan dan Fa Qia Shan-Guang Xi yang dipertahankan dengan darah ratusan serdadu RRT dikembalikan kepada Vietnam.
Kala itu PKC demi memprovokasi semangat juang tentaranya untuk rela mati, Deng Xiaoping pernah menulis sendiri sajak: “Fa Qia Shan, gunung heroik”. Padahal kini tulang belulang para tentara yang gugur di bawah lereng Ma Li dan Fa Qia Shan dalam perang RRT-Vietnam selamanya akan terkubur di negeri orang.
Pencegahan Runtuhnya Khmer Merah
Mengenai sebab-musabab perang RRT-Vietnam, alasan resmi pihak PKC adalah permasalahan teritorial dan perantau Tionghoa. Waktu itu RRT dan Vietnam meski sama-sama termasuk “kubu komunis”, tetapi pada permasalahan teritorial darat, teluk Utara dan kepulauan Spratly (Xi Xa serta Nan Xa) sudah sejak lama terdapat pertikaian.
Ini permasalahan yang tak dapat dihindari juga oleh negara yang bertetangga, mestinya bisa diselesaikan melalui perundingan dan tak perlu menggerakkan perang. Selain itu, karena kedua belah tidak segera merencanakan pengeboran miyak lepas pantai atau perencanaan sumber energi lainnya, sedangkan di daratan luasan tanah yang dipersengketakan juga tidak melebihi 100 km2, maka mengenai alasan “Menyerang balik karena beladiri” sebetulnya tak cukup kuat.
Vietnam yang telah menandatangani perjanjian kerjasama persahabatan dengan ex-Uni Soviet, setelah RRT menjalin hubungan dengan AS merasa telah dikhianati oleh PKC maka berseteru dengan Beijing. Sebelumnya karena Vietcong “Menghapus sistem kepemilikan pribadi” maka sejumlah besar perantau Tionghoa kaya mengalami perampasan, sebelum perang meletus terdapat sekitar 160.000 perantau Tionghoa diusir dari Vietnam, dan PKC dengan embarassing menemukan tidak mampu menanggung pengungsi yang balik ke tanah leluhurnya itu. Namun meski demikian,alasan menggerakkan perang demi melindungi warga etnik Tionghoa masih saja susah diterima. Karena Kamboja yang waktu itu di bawah kekuasaan Khmer Merah saja, dimana sekitar 200.000 Hoakiao (perantau Tionghoa) telah dibantai, tapi Beijing tak berkomentar sama sekali.
Bukan itu saja, PKC berupaya menghantam Vietnam untuk mengurai bahaya pemusnahan Khmer Merah malah dianggap sebagai salah satu faktor utama dalam menggerakkan mesin perangnya. 40 hari sebelum perang RRT-Vietnam meletus, di bawah dukungan ex-Uni Soviet, Vietnam menggulingkan rezim Khmer Merah yang melaksanakan doktrin Mao Zedong (baca: Mao Zetung).
Profesor Zhu Feng dari institute hubungan internasional universitas Beijing beranggapan, itu adalah alasan paling langsung perang antara RRT vs. Vietnam. Ia menyatakan, strategi Beijing terhadap Vietnam waktu itu dalam taraf besar telah mewujudkan strategi Mengepung Wei Menolong Zhao (圍魏救趙 Pada 2.500 tahun yang silam, pada zaman negara saling berperang, mengepung negara Wei demi menyelamatkan negara Zhao), dengan harapan serangan terhadap Vietnam bisa mengurai aktivitas aksi Vietnam terhadap Khmer Merah yang terpaksa beralih ke perang gerilya.
Deng Xiaoping: Vietnam Sekali-Sekali Harus Dihajar
Vietnam pada 25 Desember 1978 melancarkan penyerangan besar-besaran terhadap Kamboja, 2 minggu kemudian menguasai Phnom Penh. PKC sejak awal sudah menyatakan ketidak-senangannya. Yang Mingyi, sekretaris I kedubes Vietnam yang ditempatkan di Beijing RRT semenjak bulan September 1977 mengenang: “Desember 1978, sewaktu Deng Xiaoping mengunjungi sejumlah negara Asia Tenggara pernah mengatakan omongan yang tidak pantas sebagai seorang pimpinan negara beradab. Ia kala itu berkata, Vientam adalah seorang rogue/bangsat, kita perlu sekali-sekali menghajarnya. Saya menontonnya di TV melihat ia mengatakan omongan sangat kasar. Perkataan beracunnya membuat saya selamanya tak bisa melupakannya.”
Waktu itu perang dingin masih berlangsung, terjadi konflik kepentingan yang meluas yang eksis di seluruh dunia antara ex-negara Uni Soviet dengan AS. Sedangkan perselisihan antar Beijing dan Moskow dan strategi export revolusi di masa lalu, sehingga di wilayah Asia Tenggara berada dalam keadaan saling berhadapan. Demi memperebutkan hak kepemimpinan di dunia komunisme dengan ex-Uni Soviet, maka selagi sekutu Vietnam sedang sibuk mempersiapkan diri menghadapi Afghanistan, sedangkan selagi AS telah mulai dengan memperbaiki hubungan dengan Beijing, maka terjadilah perang RRT-Vietnam.
Tahun 1970-an, berbagai negara industri utama barat sesudah perang dunia II menikmati masa kesejahteraan telah mulai mengalami kemunduran, itulah mengapa mereka mengalihkan investasinya ke negara-negara berkembang untuk merealisir alih generasi usaha, mengandalkan tenaga kerja yang murah menurunkan modal perolehan untuk mempertahankan daya saing.
Ini adalah latar belakang sejarah hubungan AS-RRT. Sedangkan melihat sepak terjang Deng Xiaoping yang semenjak bulan Januari mengunjungi AS dan bulan Februari memulai perang, jelas terlihat perang RRT-Vietnam bertujuan memberi pelajaran kepada ex-Uni Soviet sekaligus cari muka ke Washington. Belum lama berselang AS dipecundangi di Vietnam. Sesudah perang RRT-Vietnam, hubungan RRT-AS memasuki masa emas selama 10 tahun, hingga bulan Juni 1989.
Membangkitkan Lagi Emosi Nasionalisme
Selain itu, di dalam negeri RRT, revolusi besar kebudayaan belum lama usai, jajaran pimpinan kolektif baru mulai memerintah. Oleh karena dampak revolusi kebudayaan, rakyat RRT mengalami krisis kepercayaan terhadap lapisan penguasa PKC, maka para politisi PKC beranggapan ada kebutuhan untuk menggerakkan sebuah perang untuk “Menghantam agresor” dan memprovokasi emosi patriotisme warganya.
Sedangkan sesudah perang usai, dari sepak terjang Deng Xiaoping berhasil memperoleh kekuasaan besar dari dalam partai dengan menggusur Hua Guofeng, ketua komisi militer pusat turun panggung, bisa dilihat, di bawah situasi melemahnya daya tempur pasukan militer pasca revolusi kebudayaan, Deng dengan jelas mengetahui dan memutuskan memerangi Vietnam, adalah hendak melalui aksi perang itu menghantam pesaing di dalam partai sembari mengokohkan kekuasaan diri sendiri, dan menganggap para prajurit hanyalah sebagai umpan mesiu saja.
Ada yang berpendapat, perang serangan balik pembelaan diri di perbatasan RRT-Vietnam dalah fokus perwujudan pertentangan antara barat dan timur di wilayah tersebut, karena perang itu sendiri selain kerugian, sama sekali tak bermanfaat.
Namun perang tersebut telah memelopori perang perbatasan di Lao Shan 10 tahun sesudahnya, AL kedua negara RRT dan Vietnam pada awal 1980 terlibat beberapa kali bentrok di laut di seputar kepulauan Spratly (Kepulauan Xisha).
Vietnam lantas meminjamkan lokasi strategis di Cam Ranh Bay kepada Uni Soviet sebagai pangkalan laut dan udara sehingga punggung RRT terancam, sungguh tak dinyana/unexpected oleh RRT. Perang juga berdampak buruk bagi perantau Tionghoa Vietnam yang semakin mengalami diskriminasi dan dipaksa berimigrasi (waktu itu terkenal dengan Boat People). Vietnam hingga kini masih mempertahankan salah satu angkatan darat terbesar di dunia, sebagiannya karena khawatir terhadap PKC. (dajiyuan/Whs)
Sumber: http://Epochtimes.co.id